Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

(Bukan) Lockdown

Jumat, 02 Juli 2021 – 11:47 WIB
(Bukan) Lockdown - JPNN.COM
Luhut Binsar Panjaitan. Foto: Ricardo/dok.JPNN.com

Cara pemerintahan Jokowi mengatasi kritik dan perbedaan pendapat sudah sering dikecam banyak kalangan. Rezim Jokowi dianggap tipis kuping dalam menghadapi kritik, dan cenderung ingin mematikan oposisi. Rezim Jokowi oleh para pengkritiknya disebut punya kemiripan dengan rezim Orde Baru.

Gerakan reformasi 1998 yang mengoreksi rezim otoritarian Orde Baru diharapkan membawa masyarakat Indonesia menuju masyarakat terbuka, Open Society, yang lebih ramah terhadap kritik dan oposisi.

Gagasan Open Society lahir dari pemikiran-pemikiran terbuka anggotanya yang tidak anti-kritik dan senantiasa menjadikan ide-ide dan pandangan anggotanya sebagai esensi dari perbedaan, sehingga tak harus dihalang-halangi atau pun ditolak.

Filosof Inggris Karl Popper merumuskan konsep masyarakat terbuka dengan menyebut beberapa ciri utama. Masyarakat terbuka tidak memerlukan penyeragaman ide, melainkan membangun identitas dari beragam ide dan pandangan sebab penyeragaman akan menciptakan masyarakat statis, bukan yang dinamis.

Sikap otoriter dan memusuhi ide dan pandangan yang berbeda merupakan musuh 'masyarakat terbuka'. Otoritarianisme akan membunuh masyarakat terbuka dan melahirkan masyarakat tertutup yang otoritarian dan menuntut keseragaman.

Masyarakat terbuka adalah masyarakat yang mengakui hak semua orang dan di dalamnya tidak ada demarkasi antara mayoritas dan minoritas, sebab semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan ide-idenya.

Setiap anggota masyarakat harus tulus mengakui dan menerima perbedaan sebab ia sendiri merupakan bagian integral dalam masyarakat. Pengakuan atas perbedaan adalah sebuah keharusan.

Masyarakat harus memiliki kedewasaan berpikir sehingga ia dapat menghargai perbedaan ide dan pendapat sehingga ia tidak merasa risih dan terganggu oleh perbedaan.

Hal itu memunculkan pandangan seolah-olah tidak ada orang lain kecuali Luhut. Lalu muncul sindiran L4, Luhut Lagi Luhut Lagi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close