Bukan Taksi, Transportasi Online Butuh Regulasi Khusus
jpnn.com - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, keberadaan transportasi online sangat membantu masyarakat yang membutuhkan transportasi nyaman dan aman. Apalagi pemerintah ternyata tidak mampu menyediakan transportasi publik sesuai harapan masyarakat.
"Jadi salah memang kalau pemerintah mengatur regulasi transportasi online sepaket transportasi konvensional. Transportasi online ini bukan taksi loh jadi wajar kalau Mahkamah Agung membatalkan 14 poin di Permenhub 26/2017," kata Fithra dalam diskusi mengenai status transportasi online pascaputusan MA di Jakarta, Sabtu (16/9).
Dia menyatakan sangat mendukung keputusan MA karena dasar pertimbangannya sangat jelas yaitu melihat aspek bertumbuhnya usaha ekonomi kreatif.
Putusan MA ini juga membuktikan penyusunan Permenhub 26/2017 tanpa melibatkan para pelaku usaha sehingga keputusannya tidak memertimbangkan undang-undang tentang UMKM (usaha menengah kecil mikro).
"Presiden Jokowi berkali-kali menegaskan, pangkas aturan yang menghambat bertumbuhnya UMKM. Nah, Permenhub ini salah satunya yang menghambat," tegasnya.
Menurut Fithra, transportasi online mendorong tumbuhnya ekonomi kreatif dan digital. Di era teknologi, perkembangan ekonomi digital tidak bisa ditahan.
Apalagi sebanyak 60 persen pengemudi transportasi online adalah karyawan dan mahasiswa. Artinya, mereka bekerja separuh waktunya untuk mendapatkan tambahan pendapatan.
"Pemerintah harusnya melindungi mereka ini dengan membuat regulasi khusus, jangan diperlakukan seperti taksi konvensional. Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi butuh sumbe-sumber ekonomi baru salah satunya transportasi online. Ingat pebisnis startup dunia menyasar Indonesia, jangan sampai pemerintah mematikan tumbuhnya UMKM ini," tandasnya. (esy/jpnn)