Bulan BK
Oleh: Dahlan IskanKuliah Djatmiko sendiri tidak mulus. Ia terkena sakit malaria tropika. Tidak kuliah selama satu tahun. Ia akhirnya sembuh di tangan dokter Soemarno, menteri dalam negeri yang juga gubernur DCI Jakarta Raya. Kebetulan dr Soemarno menikah lagi secara siri dengan ipar Djawoto.
Setelah itu Djatmiko masuk Resimen Mahasiswa Mahajaya. Angkatan pertama. Kuliahnya pun terganggu lagi. Pun sampai akhir 1963 ia belum jadi dokter, bahkan tidak lagi bisa jadi dokter. Ia mendapat tugas dari Bung Karno ke Jepang. Tugasnya amat khusus: melihat dari dekat sisi politik dari Olimpiade Tokyo tahun 1964.
Indonesia mengirim sekitar 80 atlet ke Jepang. Sudah tiba di Tokyo. Tapi tersiar kabar bahwa tim Korea Utara tidak akan boleh bertanding. Ini urusan politik. Korut adalah blok komunis.
Djatmiko mendapat pesan khusus dari Bung Karno: "Kalau Korut benar-benar dilarang tampil di Olimpiade, kamu pulangkan seluruh atlet kita. Tarik semua".
Djatmiko merasa mendapat tugas suci. Langsung dari presiden pribadi. Ia laksanakan tugas itu dengan baik. Korut dilarang tampil. Maka ia pulangkan atlet Indonesia.
Pemulangan atlet itu dilakukan diam-diam. Tidak secara resmi. Tidak terbuka. Karena itu, kata Djatmiko, instruksi khusus itu dibebankan kepadanya –yang bukan siapa-siapa di struktur pemerintahan.
Kalau sikap politik itu dilakukan secara resmi akibatnya tidak baik. Indonesia mengecam panitia Olimpiade karena telah mencampuradukkan politik dan olahraga. Kok Indonesia juga ikut mencampurkan politik dan olahraga.
Maka instruksi pemulangan atlet itu dilakukan kepada "swasta" seperti Djatmiko. Bukan ke kedutaan Indonesia di Jepang.