Bullying Beri Dampak Berkelanjutan
Tekanan mental itu juga berakibat pada kondisi badannya. Sarah menjelaskan, dirinya merasakan sakit kepala yang terus-menerus tanpa sebab yang jelas. Sejak saat itu, hati Sarah terdorong untuk ke psikolog demi menjalani terapi.
Kondisi Sarah sedikit demi sedikit membaik. Dia mampu menjalani aktivitasnya secara normal. Namun, kejadian fatal yang pernah dialami Sarah itu memengaruhi pola asuh kepada dua anaknya. Dia menjadi overprotektif kepada anaknya, sebagai benteng perlindungan dari gangguan seperti yang dialaminya.
Overprotektif yang dimaksud, antara lain, anak sulung homeschooling dan mengawasi kegiatan anak secara terus-menerus. Selain itu, Sarah selalu meminta anaknya untuk bercerita apa pun kejadian di sekolah kepadanya. ’’Saya hanya ingin anak tidak menjadi korban bullying seperti saya sebelumnya. Saya ingin anak selalu dekat. Saya berusaha mengajak ngobrolanak-anak,’’ terangnya.
Namun, Sarah sadar pola asuhnya tersebut berlebihan. Dia mendapat saran dari temannya, yang seorang psikolog, bahwa homeschooling baik untuk anak. Meski demikian, anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman sebaya. Sarah pun memindahkan anaknya ke sekolah umum. ’’Waktu itu, saya pikir kalau sekolah umum hanya berfungsi sebagai pembentukan secara akademis. Namun, ada seorang teman dekat yang mengingatkan saya bahwa sekolah umum itu penting untuk membangkitkan sosialisasi anak,’’ ungkapnya.
Kini, Sarah lebih memilih selalu mengajarkan kepada anaknya untuk berani bercerita. Bukan bertujuan protektif, Sarah selalu ingin anak merasa nyaman dan dekat dengannya. ’’Saya merasa anak korban bully itu karena ada kesempatan. Anak tidak berani berontak dan kurangnya supportmental dari orang tua dalam pembentukan karakter anak,’’ ujarnya.(bri/cik/c14/c7/nda)