Bullying Beri Dampak Berkelanjutan
Trauma bullying harus segera ditangani. Kalau tidak, hal tersebut dikhawatirkan berdampak terhadap anak. ’’Bullying psikis biasanya lebih membekas ketimbang bullying fisik. Misalnya, punya pengalaman dikunci di kamar mandi. Akan timbul trauma sehingga dilakukan kepada anaknya kelak,’’ terang psikolog yang berpraktik di Siloam Hospitals Surabaya tersebut.
Rudi Cahyono, dosen psikologi Unair Surabaya, mengungkapkan bahwa tidak sedikit orang tua korban bullying yang memilih anaknya belajar melalui homeschooling. ’’Dengan begitu, orang tua lebih mudah mengawasi anak,’’ paparnya. Kalaupun di sekolah umum, tidak jarang orang tua menunggui anak, mulai berangkat sampai pulang.
Pria kelahiran Lumajang, 10 September 1981, tersebut menambahkan, perilaku itu disebabkan tingkat ketakutan orang tua yang meningkat dan lebih posesif. ’’Seharusnya orang tua berkomunikasi dengan pihak sekolah. Tujuannya, membangun rasa kepercayaan agar dapat menitipkan anak dengan legawa,’’ ujar Rudi.
Selain itu, pendekatan kepada anak perlu dilakukan. Dengan terbiasa berkomunikasi, ketika punya cerita negatif, anak akan cerita kepada ayah atau ibunya.
Meski demikian, tidak semua cerita negatif dapat langsung dimasukkan dalam hati. Dosen yang mengajar psikologi pendidikan itu menuturkan bahwa orang tua perlu menyaring cerita anak.
Curahan Hati Ibu Korban Bullying
Tidak ingin pengalaman pribadi terjadi lagi, Sarah (bukan nama sebenarnya) menjadi overprotektif kepada dua buah hatinya. Sarah adalah orang tua yang memiliki pengalaman sebagai korban bullying masa SMP hingga SMA. Menemukan binatang di dalam tas, dikunci di dalam kamar mandi, mendapat ejekan karena memiliki badan mungil, dan setiap hari ditertawakan teman-teman sekelas merupakan beberapa pengalaman buruk yang tak terlupakan oleh Sarah.
Ujungnya, kejadian tersebut membuat Sarah tidak ingin bersekolah lagi. Hingga akhirnya dia mengalami depresi. Perasaan ingin bunuh diri sempat merasukinya. ’’Saya sangat tertekan dengan hal tersebut. Ditambah lagi, orang tua saya otoriter dan keras pada saya. Saya sempat merasa tidak mendapat perlindungan,’’ cerita perempuan 39 tahun tersebut.