Bupati Baru di Kolam Keruh
Minggu, 19 Juni 2011 – 02:49 WIB
Intinya: ide baru tidak gampang masuk ke birokrasi. Birokrasi menyenangi banyak program tapi tidak mempersoalkan hasilnya. Proyek tidak boleh hemat. Kalau ada persoalan jangan dihadapi tapi lebih baik dihindari. Dan keputusan harus dibuat mengambang. Pokoknya birokrasi itu punya Tuhan sendiri: tuhannya adalah peraturan. Peraturan yang merugikan sekalipun!
Fathul Huda tentu tahu semua itu. Sebagai pengusaha (dari perdagangan sampai batubara) dia tentu merasakan bagaimana ruwetnya menghadapi birokrasi selama ini. Tapi sebagai pengusaha pula Fathul Huda tentu banyak akal. Kini saya ingin tahu: seberapa banyak akal Fathul Huda yang bisa dipakai untuk mengatasi birokrasinya itu. Apalagi birokrasi di Tuban sudah begitu kuatnya di bawah bupati yang amat birokrat selama 10 tahun.
Yang jelas Fathul Huda sudah punya modal yang luar biasa: tidak takut tidak jadi bupati! Itulah modal nomor satu, nomor dua, nomor tiga, nomor empat dan nomor lima. Modal-modal lainnya hanyalah nomor-nomor berikutnya. Tidak takut tidak jadi bupati adalah sapu jagat yang akan menyelesaikan banyak persoalan. Apalagi kalau Fathul Huda benar-benar bertekad untuk tidak mengambil gaji (he he gaji bupati tidak ada artinya dengan kekayaannya yang tidak terhitung itu), tidak menerima fasilitas, kendaraan dinas, HP dinas dan seterusnya seperti yang begitu sering dia ungkapkan.