Butet Siapkan Perlawanan Jika Harga Rokok Rp 50 Ribu per Bungkus
jpnn.com - JAKARTA - Budayawan kondang asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa ikut bersuara lantang menanggapi wacana tentang harga rokok Rp 50.000 per bungkus. Ia menentang ide yang bermula dari hasil kajian Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia itu.
"Jelas tidak setuju. Itu ndak masuk akal harga segitu. Ndak rasional," ujarnya kental dengan logal Jawa saat dihubungi JawaPos.com, Kamis (25/8).
Butet mengaku menjadi konsumen rokok sejak 1975. Menurutnya, kalaupun harga jual rokok naik sebaiknya tetap sewajarnya. Misalnya, 50 persen dari harga semula.
Ia justru heran dengan pihak-pihak yang mempersoalkan harga rokok di Indonesia terlalu murah. "Murah kok malah jadi masalah. Murah itu harusnya disyukuri. Murah itu memihak rakyat. Masa rakyat mau dianiaya dengan harga mahal?” sesalnya.
Ia menegaskan, penyebab sakit bukan hanya rokok. Bahkan nasi pun bisa menyebabkan obesitas.
Selain itu, katanya, jika rokok dilarang karena asapnya membahayakan, maka mobil pun mestinya tak boleh berjalan. Sebab, asap yang keluar dari kenalpot mobil jelas mencemari udara.
Ia justru menuding wacana menaikkan harga rokok menjadi di atas Rp 50.000 hanya siasat untuk mendongkrak penjualan produk farmasi pengganti rokok. "Rokok elektrik, vitamin sebagai pengganti nikotin. Para perokok lalu coba konsumsi produk farmasi. Ujungnya cuma itu," katanya.
Ia pun memilih membela rokok kretek yang jelas-jelas merupakan kekayaan budaya nusantara. "Kretek kan produk unggulan. Ini mematikan kebudayaan," tegas Butet.