Catat Cerita Para Eksil yang Ingin Mati di Tanah Kelahiran
Ari Junaedi, Raih Doktor berkat Teliti Pelarian Politik Tragedi 1965Sabtu, 07 Agustus 2010 – 08:08 WIB
Yang membuat Ari trenyuh, meski sudah puluhan tahun terasing di negeri orang, rasa kebangsaan (Indonesia) para eksil tersebut hingga kini belum luntur. Walaupun sudah menjadi orang Belanda atau Jerman, beristri wanita Rusia atau beranak cucu campuran, jiwa raga mereka masih Indonesia. "Bahkan, mereka bercita-cita, bila memungkinkan, saat mati nanti dikubur di tanah kelahiran, Indonesia," papar Ari. "Kerinduan mereka terhadap kampung halaman di Solo, Jogja, Bengkulu, atau Padang tidak pernah hilang," tambahnya.
Dia mencontohkan mantan Duta Besar Indonesia untuk Rumania Sukresno yang hingga akhir hayatnya menetap dan meninggal di Belanda pada 1990. Juga, mantan Duta Besar Indonesia untuk Sri Lanka Muhammad Ali Chanafiah yang wafat di Stockholm, Swedia, 2006. Dua eksil itu sampai akhir hayatnya memendam keinginan besar untuk bisa "pulang" di tanah kelahirannya.
Menurut Ari, para eksil tragedi 1965 generasi pertama yang masih hidup saat ini memasuki usia 68 hingga 78 tahun. Banyak yang sampai akhir hayatnya masih hidup amat sederhana dan sendirian tanpa keluarga. Namun, ada juga yang sukses seperti Bambang Soeharto, satu-satunya orang non-Jerman yang berhasil menduduki posisi direktur di Deutche Welle TV, TV pemerintah Jerman.