Catatan Pedih dari Surabaya
Oleh Bambang Soesatyo*Sehari sebelumnya pelaku peledakan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya juga dilakukan oleh satu keluarga yang menewaskan 18 orang. Suami, istri, dua anak lelaki dan dua anak perempuan di bawah umur. Semuanya tewas.
Sebenarnya Kami tidak ada rencana datang ke Surabaya karena Presiden Jokowi, Kapolri, Panglima TNI dan Kepala BIN sudah datang ke lokasi kejadian. Namun, begitu kami mendengar ada bom lagi diledakan pada Senin paginya, kami pun memutuskan harus segera terbang siang itu juga ke Surabaya untuk melihat langsung apa yang sesungguhnya terjadi di sana.
Ketua DPD RI Osman Sapta Odang telepon mengabarkan bahwa dirinya bersama Komjen Pol (Purn) Gores Mere dan Kapolda Bali Irjen Pol Petrus Golose serta Kapolri Jend Pol Tito Karnavian telah berada di lokasi dan menunggu kedatangan kami. Kami pun tanpa persiapan macam-macam, bersama sejumlah anggota Komisi I dan III DPR RI akhirnya bertolak ke Surabaya.
Begitu mendarat, kami langsung bergegas beberapa ke Mapolrestabes Surabaya bersama Wakil Ketua Komisi I DPR RI Satya Widya Yudha dari Fraksi Golkar, Wakil ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaedi Mahesa dari Fraksi Gerindra, serta sejumlah anggota Komisi III DPR RI, antara lain Herman Hery, Arteria Dahlan dan Masinton Pasaribu dari Fraksi PDIP Adies Kadir dari Fraksi Golkar, Wihadi dari Fraksi Gerindra dan Ahmad Sahroni dari Fraksi Nasdem.
Sesampainya di lokasi sekitar pukul 15.15 WIB, rombongan langsung mengadakan rapat dengan Kapolri, Kapolda Jawa Timur, Kakor Brimob dan jajaran lainnya di Mapolrestabes Surabaya. Kami meminta aparat kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya harus mampu bertindak tegas tanpa takut melanggar hak asasi manusia (HAM).
Aparat kepolisian harus menyusup masuk ke dalam sel-sel kelompok teroris. Tanpa menunggu teroris melancarkan aksi teror, aparat kepolisian bisa langsung menangkap dan memeriksa jika dirasa ada dugaan kuat dan bukti yang cukup.
Saya mengatakan kepada Kapolri dan jajaran Kepolisian Daerah Jawa Timur bahwa kepentingan bangsa dan negara harus didahulukan. Kalau ada pilihan antara HAM atau menyelamatkan masyarakat, bangsa dan negara, Polri harus memilih menyelamatan masyarakat, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.
Soal HAM, kita bahas kemudian. Jika terbukti kita proses hukum, tidak terbukti kita dilepaskan. Saya menegaskan Jangan kasih ruang bagi teroris untuk berlindung dibalik nama HAM.