CEO PSMS Ungkap Soal Ketidakharmonisannya dengan Djanur
Juga memasukkan sosok baru ke jajaran tim pelatih tanpa komunikasi dengannya sebagai pelatih kepala.
Soal ini, Doddy mengurai alasan sendiri. Dia menyebutkan komunikasi dengan Djanur kadang terhambat karena yang bersangkutan sering balik ke Bandung tanpa izin.
“Habis bertanding tiba-tiba pulang ke Bandung. Saya yang lebih tahu di manajemen, dia (Djanur) tak pernah lapor kalau ke Bandung. Kalau dia bagus sama saya, saya atasannya, harusnya telepon kalau mau pulang ke Bandung,” ungkapnya.
Dia kemudian menyinggung soal banyaknya desakan manajemen dibubarkan setiap PSMS kalah.
“Seakan-akan manajemen terus yang salah dan minta dibubarkan. Yang milih pemain dia (Djanur), dia yang suruh bayar kontrak pemainnya, dia yang melatih, kok kita disalahkan. Dulu saat memilih pemain itu dia dan Andry Mahyar (Direktur Teknik PSMS yang mundur) yang atur.”
“Kalau enggak gajian, bonus enggak dikasih, boleh manajemen disalahkan. Ini semua ada, salahnya manajemen dimana? Bingung saya. Kalau saya yang pilih pemain, bolehlah bilang Pak Doddy pilih salah pemain, ini kan seratus persen dia,” bebernya.
“Pemain asing semua fasilitas dikasih, nginap di apartemen, gaji enggak pernah telat. Hanya kan orang enggak tahu. Bukan murah untuk pemain asing kayak Sadney itu sebulan Rp100 juta.”
“Saya enggak tahu bola, saya bukan orang bola. Cuma diperintah Pak Edy dan Pak Kodrat. Namanya bekawan, kita loyal. Besok diberhentikan pun saya siap. Enggak ada urusan sama saya. Enggak ada untungnya saya ngurus PSMS ini. Saya keluar duit, pikiran. Hanya menghargai senior saja saya,” tuturnya.