Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Cerita Jenderal Kelahiran Surabaya Berdebat dengan Ratusan Perwira Asing Mengenai Kemerdekaan RI

Selasa, 01 Juni 2021 – 14:36 WIB
Cerita Jenderal Kelahiran Surabaya Berdebat dengan Ratusan Perwira Asing Mengenai Kemerdekaan RI - JPNN.COM
Rektor Unhan Laksdya TNI Amarulla Octavian menjadi pembicara utama dalam Seminar Nasional Memperingati Hari Kelahiran Pancasila bertema 'Api Semangat Pancasila dalam Bela Negara' yang dilaksanakan di Auditorium Unhan RI, Selasa (1/6). Foto: Screenshot Zoom

jpnn.com, JAKARTA - Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksdya TNI Amarulla Octavian mengharapkan para pemuda meniru keberanian Proklamator RI Bung Karno agar Indonesia ini menjadi bangsa yang dipandang oleh dunia.

Hasil pemikiran Bung Karno yang tertuang dalam Pancasila juga bisa dijadikan alat untuk menjaga perdamaian Indonesia, bahkan dunia.

Hal ini disampaikan jenderal TNI AL bintang tiga itu saat mengisi Seminar Nasional Memperingati Hari Kelahiran Pancasila bertema 'Api Semangat Pancasila dalam Bela Negara' yang dilaksanakan di Auditorium Unhan RI, Selasa (1/6).

Selain Amarulla, jadir sebagai pembicara Direktur S3 Unhan Laksamana Muda (Purn) TNI Siswo Hadi Sumantri, dan Dekan FKN Unhan RI Marsekal Muda Syamsunasir. Lalu ada dua narasumber lainnya, Mahasiswa S3 Cohort Unhan Hasto Kristiyanto serta Aktivis dan Cendekiawan Muda Yudi Latif.

"Pancasila adalah jiwa dan kehidupan keseharian rakyat Indonesia," kata Amarulla.

Pria kelahiran 24 Oktober 1965 itu mengatakan, syarat menjadi negara besar ialah harus menghargai pahlawan dan sejarahnya.

Dia mencontohkan bahwa Amerika Serikat memiliki sepuluh hari besar untuk memperingati Presiden George Washington. Sedangkan, Indonesia untuk mengenang Bung Karno baru memiliki tiga hari besar.

"Hari lahir Bung Karno dan wafatnya Bung Karno. Lalu Hari Lahir Pancasila yang merupakan warisan dari Bung Karno," kata Komandan Seskoal 2018-2020 itu.

Bung Karno, lanjut dia, pada masanya merupakan pemuda yang sangat pintar dan revolusioner. Presiden Pertama RI itu berpidato tanpa teks. Teks pidato Bung Karno yang ada saat ini hanya merupakan steno yang ditulis sebagai notula.

"Saat itu, dia masih muda dan berani bicara di hadapan tentara pendudukan Jepang. Tak semua pemuda Indonesia saat itu berani menghadapi Jepang. Pemuda saat ini pun harus jadi pemuda pemberani dan penuh tekad," kata dia.

Mempraktikkan hal tersebut, Amarulla punya pengalaman saat berbicara di hadapan ratusan perwira dari berbagai negara, pada 2005.

Amrullah yang saat itu tengah bersekolah di Prancis menyatakan bahwa Indonesia merdeka pada 1945. Sementara, dunia saat itu masih mencatat bahwa Indonesia merdeka pada 1949.

"Mereka tunjukkan di sejarah internasional Indonesia merdeka pada 1949. Saya bilang tak bisa, harus hormati kemerdekaan dari bangsa itu sendiri. Pada 1949 itu hanya penyerahan kemerdekaan secara de jure," kata dia.

Dia menyatakan bahwa dunia memperingati kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776. Namun, Inggris faktanya meninggalkan Amerika Serikat pada 1783 setelah ditandatanginya perjanjian Paris. Akhirnya dunia mengakui kemerdekaan Amerika Serikat berdasarkan versi bangsa Paman Sam itu.

"Indonesia ditulis kemerdekaaannya versi bangsa Indonesia sendiri. Saya menyatakan itu di hadapan mahasiswa internasional dari 180-an negara. Setelah itu jadi ramai masuk koran di Belanda, dan ada perdebatan di Belanda. Akhirnya, diputuskan Belanda mengakui dengan kirim menlunya ke Indonesia, ke Istana Presiden pada 2005," kata dia.

Oleh karena itu, Amarulla mengajak generasi muda, dengan semangat Pancasila, untuk melaksanakan pertahanan dan bela negara. Di institusi TNI sendiri ada dikenal dengan Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata).

Sistem tersebut terbukti mampu memukul mundur Inggris, Australia, Belanda, dan lain-lain. Sekarang sedang diuji oleh gerakan separatisme di Papua. Indonesia harus buktikan bahwa Sishankamrata itu cocok dan ampuh untuk melawan separatisme di Papua.

"Di sini kita belajar untuk perang dan mencegah perang. Kita harus pandai dan cerdas upayakan dialog, negosiasi, perundingan untuk cegah perang. Tetapi kalau, toh, harus perang, kita harus menang. Maka itu bela negara adalah intisarinya. Bagaimana dengan Pancasila kita bela negara, jaga keutuhan wilayah, dan jaga keselamatan anak cucu kita. Dengan Pancasila kita mampu jaga legitimasi pemerintah yang sah, kita juga harus mampu menjaga UUD 1945 demi keutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia sendiri," tegas Laksdya Amarulla Octavian. (tan/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

Rektor Unhan Laksdya TNI Amarulla Octavian menceritakan pengalamannya berdebat dengan ratusan perwira asing soal tanggal kemerdekaan RI.

Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News