Cerita Para Nelayan yang Selamat dari Tsunami, Ngeri!
jpnn.com - Deburan keras ombak tsunami yang menghajar pesisir Banten dan Lampung Selatan, Sabtu (22/12), membuat kapal-kapal pencari ikan itu pecah. Nelayan awak kapal pun berusaha menyelamatkan diri. Mereka berpegangan pada benda apa pun yang mengapung di laut lepas. Bagi mereka, yang terpenting adalah tidak tenggelam dan terbawa arus.
JUNEKA SUBAIHUL MUFID, Pandeglang
Tatapan wajah Sunara, 25, tampak kosong. Pemuda lajang itu tak banyak bicara sesaat setelah turun dari boncengan sepeda motor.
Kasmuni, 55, menyambut anaknya itu dengan begitu gembira. Sebab, sejak kejadian tsunami Sabtu malam (22/12), dia tidak tahu kabar putra ketiganya tersebut.
Nara –sapaan akrab Sunara– yang dicari dan dinanti setelah melaut ke Selat Sunda itu ternyata selamat dari tsunami. Dia menjadi salah seorang anak buah kapal (ABK) Warga Baru yang dinakhodai Sunar. Mereka semua warga Sidamukti, Kecamatan Sukaresmi, Pandeglang.
”Saya selamat karena pegangan fiber,” kata Nara. Selagi bercerita, datang seorang rekan Nara, Topika. Pemuda 25 tahun itu juga selamat bersama Nara dan bisa kembali ke kampung.
Topika lebih tegar bercerita. Dia menuturkan baru saja sampai ke Sukaresmi Minggu sekitar pukul 22.00. Dia mengalami luka robek di tangan kanan, pangkal paha kanan, dan dagu. ”Lukanya tidak boleh dijahit karena sudah menginap semalam,” ungkap Topik, sapaan akrab dia.
Sebelum sampai ke kampung itu, Topik bersama Nara harus menempuh perjalanan darat hingga 14 jam. Mereka berangkat dari Pulau Handeuleum di kawasan cagar alam Ujung Kulon. Menyeberang ke kawasan konservasi itu dan menembus jalan darat.