Cerita Para Penjaga Hutan di Pulau Terpencil Wakatobi
jpnn.com - MATAHARI di Pelabuhan Waha, Tomia, siang itu (7/11) begitu terik. Panasnya terasa seperti membakar kulit. Tapi, setidaknya itu pertanda baik untuk para tim monitoring penyu dan SPAGs (Spawning Aggregation Sites) Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW) yang hendak berangkat menuju Pulau Runduma, Pulau Anano, dan Pulau Kentiole
"Lautnya sedang teduh," kata Amiluddin, polisi hutan (polhut) yang juga "bapak penyu". Pria yang akrab disapa Udin tersebut melakukan monitoring penyu di Tomia (dan pulau-pulau sekitarnya) sejak 2005.
Laut teduh itu berarti cuaca sedang cerah. Air laut juga tenang. Jadi, perjalanan menuju pulau-pulau lain dengan kapal cepat bakal tak terkendala. Bagi Udin dan tim, kondisi seperti itu sangat menenangkan. Sebab, mereka bisa melaksanakan tugas sesuai dengan rencana. Dan bisa segera pulang ke rumah untuk berkumpul dengan keluarga.
Siang itu tim beranggota sembilan orang. Mereka adalah Ferry Setyo Haryono (penyuluh kehutanan), La Engka (polhut), Amiluddin (polhut), Elfiana (polhut), Hendro Mulyono (pengendali ekosistem hutan), Hasbullah (staf), Sarlin (operator komputer), Abdul Jaya Kusuma (motoris), dan Harun Rasyid (motoris). Totalnya sebelas orang dengan Jawa Pos.
Kami menumpang koila (kapal cepat milik BTNW) dengan dua mesin Suzuki 250 PK yang dimotori Harun. Dia menakhodai kapal tersebut dengan kecepatan rata-rata 45 km/jam. Kami mengejar waktu supaya sampai di tempat tujuan tidak terlalu sore. Sebab, kalau sore, air surut. Susah buat kapal mendekat ke daratan.
Runduma dan Anano merupakan pulau yang terletak di sebelah ujung paling timur Kabupaten Wakatobi. Dua pulau tersebut menghadap langsung ke Laut Banda. Jarak dari Tomia ke Anano adalah 40,5 mil. Sekitar 2,5 jam dengan kapal cepat. Sementara itu, dari Anano ke Runduma, jaraknya 5,8 mil atau 15 menit dengan kapal cepat.
Dua pulau itu bersebelahan. Namun, hanya Runduma yang ada penduduknya, sekitar 400 kepala keluarga. Luasnya sekitar 521,8 hektare. Anano yang seluas 45,5 hektare tidak berpenghuni. Nah, kalau Kentiole, dari Runduma jaraknya 27,5 mil. Ketiganya merupakan zona perlindungan bahari.
Kami sempat mampir ke Runduma karena undangan penduduk. Ada syukuran Kepala SD Runduma La Sanu yang baru kembali dari berhaji. Semua penduduk Desa Runduma, baik laki-laki, perempuan, dewasa, maupun anak-anak, berkumpul di depan rumah La Sanu. Mereka memasak kambing, ayam, dan ikan untuk dimakan bersama.