Cerita tentang Berlebaran di Negeri Orang, Cinta Laura juga tak Pulang
”Malu, belum ada yang kenal. Kalau ada mama, pasti mama akan ajak aku ke sana,” kata perempuan yang tengah merintis karir internasionalnya tersebut.
Sang mama baru akan mengunjungi Cinta akhir Agustus atau awal September mendatang. Yang dia rindukan adalah momen kebersamaan dengan keluarga. Tahun lalu dia berkumpul dengan nenek, tante, dan sepupu di Jakarta. ”Nanti, pas Lebaran, aku bakal Skype sama mami dan papi biar nggak terlalu sedih,” ujar Cinta.
Cerita berlebaran bukan di kampung halaman sudah lama dirasakan oleh Vida Rabu. Perempuan asal Malang tersebut merayakan Lebaran di Kanada sejak 1997. ”Waktu itu kerja di sana. Masuk tahun 2000-an, saya menikah dan menetap di sana,” ungkapnya. Vida tinggal di Abbotsford, sekitar 90 km dari Vancouver.
Tantangan berpuasa, terutama buat mereka yang tinggal di negara empat musim, memang amat terasa.
Jerih payah saat puasa terbayar tuntas kala Lebaran tiba. Sebab, saat itu Wisma Indonesia di Vancouver mengadakan kumpul Lebaran. Kaum muslim maupun nonmuslim asal Nusantara tumplek bleg di sana.
Bahkan, perempuan asli Malang tersebut merasa seperti berada di rumah. Sebab, sang deputi konsulat jenderal adalah perempuan yang masih sekampung dengannya.
Namun, acara silaturahmi tersebut ternyata tidak memutus kekangenannya pada tanah air. ”Rawon, pecel lengkap, pangsit, peyek, kaastengels, dan es degan. Itu yang nggak ada tandingannya,” ucapnya. Sementara itu, untuk menghapus rasa kangen terhadap keluarga, Vida sekeluarga kerap chatting, baik saat Lebaran maupun di luar waktu Lebaran.
Pengalaman berlebaran di Benua Amerika juga dirasakan Arina Pradhita. Mahasiswi Jurusan Manajemen Universitas Brawijaya tersebut pernah tinggal setahun di Amerika Serikat. Selama 2009–2010, dia mendapat beasiswa YES. Di Illinois, dia punya cukup banyak teman berpuasa. Sebab, banyak muslim dari Asia Selatan dan Barat serta Afro-Amerika yang bemukim di wilayah itu.