Chandra Soroti Pemidanaan terhadap Kebijakan di Kasus Tom Lembong
Dia berpendapat bahwa kebijakan masuk ke dalam ranah hukum administrasi, jika terdapat kekeliruan maka kebijakan tersebut dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh pembuat kebijakan (asas contrarius actus actus).
Selain itu, kebijakan dapat dibatalkan oleh Pengadilan TUN (Tata Usaha Negara) jika kebijakannya bersifat beckshickking (penetapan konkret dan individual). Bila bersifat regelling (peraturan) yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract), maka dapat diajukan HUM (Hak Uji Materiil) di Mahkamah Agung.
Apabila terdapat kekeliruan terhadap kebijakan, kata Chandra, maka sanksi yang memungkinkan adalah sanksi administratif dari pimpinan yang lebih atas.
"Sanksi pidana semestinya tidak diterapkan atas kebijakan, sehingga pendekatan pidana dalam ranah kebijakan berpotensi mengacaukan hukum," ucapnya.
Kecuali dalam praktik kebijakan itu terdapat 'persekongkolan jahat' untuk melakukan 'tindakan kejahatan', sedangkan tindakan kejahatan tersebut tidak dapat terlaksana tanpa ada kebijakan.
"Maka yang dapat dipidana adalah persekongkolan jahatnya dan tindakan jahatnya, tetapi bukan pada ranah kebijakan dikarenakan kebijakannya sendiri bukan pada ranah pidana," kata dia.
Hal kedua yang disorot Chandra pada kasus yang ditangani Kejagung itu adalah terkait 'potensi kerugian negara'.
Dia menyebut apabila seseorang ditetapkan tersangka atas tuduhan merugikan keuangan negara, sedangkan kerugian negara itu berasal dari 'potensi keuntungan' yang seharusnya diterima oleh negara melalui perusahaan milik negara.
Terkait itu, Chandra berpendapat bahwa 'potensi keuntungan' tidak dapat dijadikan dasar penetapan tersangka kepada seseorang. "Frasa 'potensi keuntungan' secara tafsir kebalikan (contrario) adalah uang tersebut belum menjadi milik negara," ujarnya.