ChatGPT dan Masa Depan Manusia
Oleh: Dhimam Abror DjuraidSelain pembaruan terhadap manusia, teknologi juga memberikan kemungkinan tak terbatas pada pengembangan kecerdasan buatan. AI digambarkan sebagai pedang bermata dua. Manusia diharapkan untuk tetap bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu. Namun, dari hari ke hari hal ini akan terasa makin sulit untuk dilakukan.
Di saat manusia makin terlena karena kemudahan teknologi, robot dan algoritma akan mengambil alih peran manusia. Manusia akan menjadi budak teknplogi karena manusia dengan sukarela menyerahkan semua data kepada mesin.
Manusia dengan senang hati menyerahkan data kepada komputer, tablet, smartphone, yang secara global terhubung melalui keajaiban internet. Semua data itu menjadi big data yang tersimpan di cloud atau awan data. Dengan data itu lahirlah mesin pintar yang bisa menjawab nyaris semua pertanyaan dan kebutuhan manusia.
Sejumlah ilmuwan yang berkumpul di Eropa mendiskusikan kemungkinan munculnya teknologi yang bisa melahirkan manusia super dengan otot kawat tulang besi ala Gatotkaca, dan kecerdasan super jenius melebihi Einstein. Ketika bayi masih menjadi embrio, ilmu kedokteran bisa mendeteksi semua kelemahan otak dan mengantisipasi berbagai macam penyakit berbahaya. Kelemahan-kelemahan itu kemudian bisa diantisipasi lebih awal untuk menghasilkan manusia super.
Dengan kemajuan teknologi secanggih itu bagaimana masa depan Tuhan dan agama? Firaun sudah menemukan kehancurannya sendiri akibat bermain sebagai Tuhan. Humanisme kolektif mewujud dalam komunisme yang akhirnya hancur. Humanisme individual dalam bentuk Nazisme Hitler juga menemui kehancuran. Kapitalisme-liberal pun akan menemui nasib yang sama ketika bermain sebagai Tuhan dan mengambil alih peran agama.
Ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menghasilkan apa saja. Namun, teknologi tidak bisa memproduksi aqal, qalbu, dan ruh. Di situlah peran Agama dan Tuhan yang tidak bisa digantikan oleh teknologi. (*)