Christina Sunardi, Dosen Gamelan di University of Washington, Seattle, AS
Beli Gender dari Klaten, Kangen Makan SotoKamis, 19 Mei 2011 – 08:08 WIB
Butuh ketelatenan dan kesabaran ekstra bagi Christina untuk mengajarkan gamelan kepada mahasiswanya. Salah satu yang paling sulit adalah "memaksa" mahasiswanya untuk berkonsentrasi. "Harus fokus," tegasnya. Lantunan suara gamelan keluar lewat pukulan yang teratur. Tidak boleh asal pukul.
Christina juga harus sangat bersabar. Dia mengajak mahasiswanya mengenal satu demi satu peranti gamelan. Mulai gong, gambang, gender, bonang, kenong, kendang, sampai pekik. Juga, alat-alat musik pendukung lain seperti seruling, siter, serat rebab. "Kalau mereka sudah bosan dengan alat musik yang satu, saya hentikan dan ganti dengan yang lain," ujarnya.
Tantangan lainnya adalah menyelaraskan budaya Amerika dengan falsafah gamelan. Christina pun harus berkali-kali mengingatkan mahasiswanya agar melepas sepatu ketika memasuki arena panggung tempat gamelan. Dia juga meminta mahasiswanya untuk "menghormati" gamelan dengan tidak duduk seenaknya kala memainkan alat musik tersebut. Dalam sebuah kesempatan, Christina hanya bisa geleng-geleng kepala ketika menyaksikan mahasiswanya menabuh gong sambil mendengarkan musik lewat earphone.