Coblos Tembus karena Desain Surat Suara
Bawaslu tentang Pelanggaran dalam PilkadaSenin, 07 Juni 2010 – 08:12 WIB
Seharusnya setiap KPU mengundang para ahli ergonomi. Mereka mampu mendesain surat suara yang bisa terbuka secara utuh. Hal itu pernah dilakukan KPU pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. "Jika tidak, sebaiknya surat suara sudah diserahkan dalam posisi terbuka saat akan memilih. Sebab, pemilih biasanya kan sudah menentukan pilihannya," ujarnya.
Dari catatan Bawaslu, puluhan pilkada harus diselesaikan di tingkat Mahkamah Konstitusi. Menurut Hidayat, ada 24 pilkada yang sudah mengajukan gugatan di MK. Sebagian besar gugatan itu ditolak MK. Apakah penolakan itu dilakukan karena kerja penyelenggara yang sudah berhasil? Menurut Hidayat, penyelenggara pemilu masih memiliki catatan atas sejumlah pelanggaran. Namun, hal itu tidak memengaruhi hasil akhir dari sebuah pilkada. Rata-rata para penggugat yang maju ke MK seperti mencari keberuntungan, andai saja putusan KPU bisa diubah. "Ya ibaratnya kipas-kipas cari angin, namun ternyata gugatannya lemah," sebut Hidayat.
Lebih lanjut, alasan para penggugat maju ke MK, bagi Hidayat, menunjukkan sikap tidak siap kalah dalam pilkada. Hal itu merupakan salah satu faktor. Ketika terdapat penyelenggara pemilu yang tidak benar, saat bersamaan ada keinginan untuk jadi pemenang. "Akhirnya menggugat ke MK. Sebab, itu diperkenankan dan dimungkinkan oleh UUD. Maka, peluang itu sering dimainkan," jelasnya. (bay/c4)