Cukai Rokok Harus Mendukung Produk Rendah Risiko
Penerapan skema pajak yang lebih ramah untuk produk inovatif rendah risiko bukanlah hal baru.
Dalam sektor energi terbarukan, misalnya, Pemerintah memberikan insentif fiskal bagi industri agar dapat mencapai target bauran energi sebesar 23 persen pada 2025. Pemerintah juga memberikan insentif untuk mobil listrik yang ramah lingkungan.
Produk inovatif rendah risiko lainnya, seperti rokok elektrik, justru mendapatkan perlakuan berbeda. Belum ada insentif yang diberikan, menyusul pro dan kontra yang terus melekat pada produk.
Padahal, jika mengambil contoh dari negara-negara maju seperti Inggris, Jepang, dan Selandia Baru, ruang fiskal berupa insentif pajak diberikan sebagai upaya untuk mengurangi prevalensi jumlah perokok di negara-negara tersebut.
Terbukti, angka perokok di Inggris misalnya, mengalami penurunan dari 14,4 persen menjadi 14,1 persen, atau setara 6,9 juta orang pada 2019. Penurunan serupa juga terjadi di Jepang, yang berhasil mencapai angka perokok pria di bawah 30 persen untuk pertama kalinya pada 2019 yang lalu.
Data tersebut menegaskan bahwa produk inovatif perlu mendapatkan insentif dari Pemerintah agar dampaknya dapat terasa secara optimal.
Untuk produk HPTL, selain penerapan cukai berbasis risiko, insentif fiskal dapat berupa kesetaraan dalam berbisnis untuk setiap jenis produk yang dikembangkan agar inovasi dapat bertumbuh secara merata, termasuk untuk tembakau yang dipanaskan, vape sistem terbuka maupun tertutup.
“Usul kami, perbedaan tarif ini perlu untuk produk yang mendukung pertumbuhan secara berkelanjutan, dan terus berinovasi untuk mengurangi risiko, termasuk produk tembakau alternatif,” tutup Arti. (dil/jpnn)