Curigai Survei Tentang Penolak Prabowo Ditunggangi
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat sosial politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara menyatakan bahwa seharusnya lembaga pendidikan tidak terlibat dalam penggiringan opini untuk kepentingan politik. Igor mengatakan hal itu guna menanggapi hasil survei opinion leader oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) pada Minggu (29/12) kemarin.
Igor curiga ada pihak-pihak yang menunggangi survei yang dilakukan oleh akademisi UI tersebut. Kecurigaan itu dilatari rilis hasil survei tentang nama-nama kandidat calon presiden (capres) yang paling banyak ditolak publik.
"Janganlah perguruan tinggi dipolitisasi untuk mengangkat atau menjatuhkan seseorang. Nanti bisa jadi bumerang yang sangat buruk bagi perguruan tinggi tersebut," kata Igor kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/12).
Sebelumnya, hasil survei Laboratorium Psikologi Politik UI menempatkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden yang paling ditolak dengan raihan 20 persen. Disusul tokoh lainnya yaitu Rhoma, Aburizal, Megawati, Pramono Edhi dan Wiranto.
Menurut Igor, hasil survei lembaga pimpinan Hamdi Muluk itu janggal. Sebab, selama ini Prabowo selalu menempati posisi atas dalam tingkat popularitas maupun elektabilitas yang dilakukan sejumlah lembaga survei lainnya. Oleh karenanya, pelarangan capres berdasarkan survei tersebut dianggap tidak logis. "Sehingga pelarangan nyapres berdasarkan survey itu sangat tidak masuk akal," ujarnya.
Igor pun mengajak para akademisi untuk mendorong sebanyak-banyaknya tokoh berkualitas untuk bisa dijadikan capres, bukan malah melakukan penggiringan opini publik untuk politisasi. Pasalnya, hal itu memiliki bandwagon effect atau, atau fenomena psikologis publik untuk mengarahkan dukungan kepada figur tertentu karena ada pihak lain yang mengawalinya.
"Ada lembaga survei tertentu juga punya dua kaki. Kaki yang satu, untuk melakukan survei yang beneran, dan kaki yang lainnya adalah untuk pendampingan (konsultan) pemenangan. Dari sini sudah terlihat bahwa ada lembaga-lembaga survei yang tidak mengedepankan independensinya," ujar dosen FISIP Universitas Jayabaya ini. (dil/jpnn)