Dahlan dan 'Musuh Besarnya'
Oleh Rhenald KasaliPara pengusaha, kalau ada urusan yang macet, mereka suka mencari terobosan. Dahlan juga begitu. Misalnya, sebagai menteri BUMN, dia melihat jalur komunikasi sesama CEO perusahaan plat merah ternyata macet. Mereka tak saling kenal satu sama lain. Kalau sudah begini bagaimana BUMN mau bersinergi.
Guna menerobos jalur yang macet ini Dahlan mengundang para CEO BUMN untuk rapat koordinasi mingguan. Lokasinya digilir di kantor-kantor pusat BUMN dan rapatnya selalu pagi hari, jam 07.00.
Kalau minggu ini rapatnya di kantor pusat Garuda Indonesia, minggu depannya pindah ke kantor BUMN lainnya lagi. Begitu seterusnya. Dengan cara seperti ini akhirnya para CEO BUMN pun menjadi saling kenal.
Lalu, karena ketika itu yang sedang tren adalah BlackBerry, maka Dahlan pun menggagas grup BBM untuk para CEO BUMN. Jadi, rapat-rapat atau pengambilan keputusan tak harus dilakukan di ruang rapat. Cukup lewat grup BBM. Alhasil, sinergi pun mulai terbangun.
Negeri SOP
“Musuh besar” pengusaha gila kerja dan suka kerja cepat adalah birokrasi yang lengkap dengan standard operating procedure (SOP) yang rigid. Ini ibarat gas dengan rem. Kalau jalanan macet, gas dan rem memang bisa dimainkan secara proporsional. Tapi, kalau jalanan tidak macet dan rem-nya terus diinjak, kita pun jengkel.
Sayangnya kita lebih percaya integritas itu sebagai bagian dari rigidity, padahal dunia sendiri sudah membangun konsep agility yang berkebalikan.
Dahlan, saya kira, menghadapi situasi yang semacam ini. Kantornya, baik selama dia menjadi Dirut PLN atau Kementerian BUMN sama-sama berisi birokrat. Padahal sebagai entrepreneur, Dahlan perlu ditemani dengan intrapreneur (Anda paham bukan bedanya entrepreneur dengan intrapreneur, bukan?)