Dahlan: Pergantian Wakil Ketua MPR Tidak Bisa Dilanjutkan Karena Cacat Prosedur
Sedangkan, instrumen mosi tidak percaya adalah satu mekanisme ketatanegaraan dalam sistem pemerintahan parlementer di mana kekuasaan eksekutif bersumber dari parlemen.
"Yang menjadi hukum tertinggi adalah konstitusi (supreme of constitution) dengan peraturan perundang-undangan di bawahnya sebagai regulasi pelaksana, dalam hal ini perkara a quo adalah Undang-Undang MD3, Tatib MPR, dan Tatib DPD RI,” kata Dahlan.
Karena secara prosedur sudah cacat hukum, Dahlan menyebut keputusan yang dihasilkan dalam Sidang Paripurna DPD RI itu tidak sah dan tidak bisa dijadikan sebagai produk hukum.
Terlebih, kata Dahlan keputusan penggantian Wakil Ketua MPR RI harus disahkan dan ditandatangani oleh empat pimpinan DPD RI, tetapi faktanya ada dua Pimpinan yang menarik diri yaitu, Sultan Baktiar Najamudin dan Nono Sampono.
“Jadi, yang dinamakan kolektif kolegial tidak terjadi karena hanya dua dari empat pimpinan yang setuju,” kata Dahlan.
Selain itu, kata Dahlan sesuai Pasal 22 Peraturan MPR RI Nomor 1 tahun 2019 tentang Tata Tertib (tatib) MPR RI bahwa masa jabatan keanggotaan MPR sebagaimana Pasal 8 ayat 2 adalah 5 tahun.
"Jadi, Fadel Muhammad tidak dapat diganti di tengah masa jabatannya karena tidak memenuhi unsur yang dipersyaratkan undang-undang,” tegas Dahlan.
Tidak hanya itu, kata Dahlan dalam Pasal 29 ayat (1) huruf (e) Tatib MPR proses pergantian Wakil Ketua MPR harus ada permintaan dari Pimpinan MPR RI kepada Pimpinan DPD terlebih dahulu untuk mengisi jabatan yang kosong.