Dampak Penurunan Pajak Terhadap Masa Depan UMKM
“Omzet yang besar, katakanlah Rp 100 juta per tahun, tidak akan berarti apa-apa. Ini karena keuntungan yang diperoleh tergerus oleh biaya-biaya yang dijelaskan di atas. Belum lagi, administrasi perpajakan masih menjadi masalah. Akarnya adalah sistem pelaporan mandiri (self assessment). Kemampuan pelaku UMKM dalam membuat NPWP hingga SPT tentu berbeda-beda,” kata Founder Indosterling Capital William Henley, Minggu (10/9).
Jika kemudian pemerintah hendak merevisi aturan ini, tentu akan menjadi angin segar bagi pelaku UMKM.
“Ini jika kita berbicara dalam konteks tarif. Sebagai contoh, jika seorang pelaku UMKM terbiasa membayar pajak final sebesar Rp 1 juta dari omzet setahun Rp 100 juta, maka berdasarkan kebijakan terbaru, nominal yang harus disetorkan pemerintah hanya Rp 250 ribu,” imbuh William.
Selain itu, dari sisi makro, kebijakan ini jelas akan memperluas basis pajak dari kalangan pelaku UMKM selepas program Pengampunan Pajak.
Jika mengacu kepada data Kemenkop dan UKM, jumlah UMKM per 2013 mencapai 57.895.721 unit.
Pada tahun ini, jumlahnya diperkirakan telah melebihi 59 juta UMKM yang dipicu semangat berwirausaha yang tumbuh hingga perkembangan pemasaran digital.
Akan tetapi, sampai saat ini, jumlah wajib pajak dari UMKM sekitar 600 ribu. Hal itu berbanding lurus dengan penerimaan pajak dari sektor ini.
Sebagai ilustrasi, sejak 2013 (saat PP No 46/2013 diterbitkan) hingga Juni 2014, kas negara dari UMKM hanya bertambah Rp 2 triliun.