Dari Bandung Nekat Tur di 20 Kota Eropa, Nyaris Ditangkap Polisi
Sehari-hari, roti menjadi makanan pokok mereka. Kadang, kalau sudah bosan dengan roti tanpa rasa, para personel Jeruji mengeluarkan senjata andalan mereka. Yakni abon.
’’Kadang makanan di sana tidak sesuai dengan penampakannya. Seperti steak yang ternyata enggak ada rasanya. Jadi, kami campur abon. Apa saja kami campur abon biar ada rasanya,’’ tutur Sani, sang drumer, yang sengaja membawa bekal abon dari rumah.
Di beberapa kota di Eropa memang sudah ada restoran Indonesia. Sayang, restoran-restoran Indonesia itu hanya ada di kota-kota besar. Sementara itu, Jeruji kebanyakan tur di kota-kota kecil. Jika sudah kangen berat masakan Indonesia, Ginan cs punya trik.
’’Kami biasanya datang ke KBRI. Pura-pura minta air panas buat bikin popmi. Orang KBRI biasanya langsung trenyuh dan malah menyiapkan nasi untuk kami. Alhamdulillah, nasi,’’ ungkap Ginan, lalu tertawa.
Bisa manggung di Eropa sudah pasti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Jeruji. Namun, ternyata ada hal lain yang membuat mereka lebih bangga.
Ginan menyatakan, jika kebanyakan penonton penyanyi pop Indonesia yang manggung di luar negeri adalah WNI yang bermukim di negara tersebut, Jeruji berbeda. Penonton mereka umumnya warga setempat yang gemar musik hardcore.
Menurut Ginan, sambutan penggemar musik hardcore Eropa begitu meriah. Bukan panggung besar memang. Hanya panggung kecil di bar yang jadi tempat mereka perform.
Penontonnya pun secara jumlah tidak banyak, hanya 20–60 orang. Tapi, itu sudah memenuhi seantero bar. Jeruji selalu mendapat kehormatan main terakhir setelah band-band hardcore punk Eropa tampil.