Daya Tahan Demokrasi Melemah di Era Presiden Jokowi
Oleh Pangi Syarwi ChaniagoSistem otoriter adalah sistem yang selalu curiga pada manusia dan kebebasannya. Kalau sistem demokrasi sebaliknya negara yang terus dicurigai dan diawasi ketat oleh manusia dan kebebasannya.
Pada era presiden Jokowi yang terjadi adalah fenomena negara over dosis curiga dengan pikiran-pikiran kebebasan rakyatnya.
Presiden menjelma bagai dewa yang anti-kritik, menjadi feodal seutuhnya, masyarakat dibungkam dan kebebasan berekspresi dikebiri.
Syukur presiden sudah siuman sehingga ada niat untuk revisi UU ITE ini, tetapi apakah ini hanya sebatas dagelan politik atau panggung sandiwara belaka?
Dari awal kita sudah khawatir dengan pasal karet UU ITE yang bernafsu membungkam kebebasan berpendapat (freedom of speech) ujungnya memenjarakan pikiran sehat yang terkenal vokal mengkiritik pemerintah, sudah terlalu banyak jatuh korban ulah pasal ini.
Presiden seolah siuman setelah negara kehilangan vitamin, akibat keringnya kritik, sementara puji-pujian terhadap pemerintah mengalami obesitas.
Fenomena warga negara yang kritis (critical citizen) yang ada dalam ruang wilayah sistem demokrasi yang ideal, kemunculan warga yang kritis menstabilkan kehidupan politik, kehadiran ciritical democracy mengindikasikan kehidupan politik yang sehat apabilla diikuti dengan tekanan untuk perbaikan institusional.
Dalam demokrasi, salah satu yang dijamin adalah kebebasan sipil. Kebebasan sipil dapat diartikan sebagai “kebebasan individu warga negara untuk mendapatkan kesempatan yang sama sebagai warga negara untuk mengejar cita-citanya, untuk merealisasikan dan mengekspresikan dirinya secara penuh, terlepas dari bawa-bawaan primordial yang melekat.