Demo Mahasiswa di Mana-Mana, Ada Komunikasi yang Salah
jpnn.com, JAKARTA - Muhammad Fauzan, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Soedirman mengatakan ada komunikasi yang terhambat sehingga terjadi ketegangan di tengah masyarakat terkait rencana pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) kontroversial.
Berbagai elemen mahasiswa pun menggelar aksi protes berhari-hari menentang pengesahan itu. Salah satunya adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
“Ada komunikasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kan Presiden Joko Widodo sudah bertemu jajaran kepemimpinan DPR. Presiden juga sudah mengumumkan penundaan pengesahan empat RUU. Mestinya, ketika mahasiswa unjuk rasa, pimpinan DPR membuat pernyataan dan meyakinkan mahasiswa bahwa empat RUU itu benar ditunda,” tutur Fauzan saat dihubungi.
Prof. Fauzan juga mengungkapkan, terkait penundaan tersebut harus diinformasikan pula bahwa itu bukan sekadar menunda pengesahan.
Bukan tinggal disahkan nantinya. “Tapi, itu juga artinya memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada publik untuk ikut menyempurnakan persoalan-persoalan materi yang masih dianggap menimbulkan kontroversi dari keempat RUU itu,” sambungnya.
Mengenai adanya desakan ke presiden agar jangan menandatangani RUU yang sudah disetujui, Prof. Fauzan menjelaskan, sistem tata negara positif kita menentukan bahwa 30 hari setelah ada persetujuan tetapi presiden tak menandatangani RUU itu menjadi undang-undang, RUU itu tetap akan menjadi undang-undang yang akan diberlakukan.
“Makanya, mungkin, desakan untuk membuat perppu [peraturan pemerintah pengganti undang-undang] juga sah-saja saja. Tapi, kalau itu dilakukan, nanti akan selalu seperti itu: kebijakan yang telah diambil presiden karena ada desakan ke presiden kemudian jadi berubah haluan,” kata Prof. Fauzan.
Padahal, lanjutnya, hukum tata negara kita juga memberi ruang jika tak setuju dengan materi yang ada di undang-undang yang sudah disahkan, bisa menggugat melalui Mahkamah Konstitusi.