Demo Masak
Oleh: Dhimam Abror DjuraidKata demo memang mempunyai makna denotatif yang bisa membuat gatal penguasa. Di masa pemerintahan Orde Baru, mahasiswa dilarang demo. Segera setelah Orde Baru melakukan konsolidasi kekuasaan, dikeluarkanlah aturan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK-BKK).
Aturan ini dikeluarkan pada 1978 setelah serangkaian demonstrasi mahasiswa menentang Soeharto berakhir dengan penangkapan dan pemenjaraan.
Rezim Orde Baru kemudian mengeluarkan aturan supaya kehidupan kampus menjadi ‘’normal’’.
Mahasiswa yang turun ke jalan melakukan aktivitas politik dianggap sebagai tidak normal atau abnormal.
Karena itu, mahasiswa harus dikembalikan menjadi normal, dengan kembali ke kampus dan berkonsentrasi terhadap kuliah tanpa boleh melakukan kegiatan politik seperti demo di jalanan.
Kampus pun sepi dari kegiatan politik. Mahasiswa yang selama itu menjadi kekuatan kontrol yang efektif sejak 1966 dan 1974, akhirnya hidup normal tanpa ada kegiatan lain kecuali belajar dan cepat lulus menjadi sarjana. Itulah kondisi normal menurut rezim otoriter.
NKK-BKK model baru sekarang muncul lagi di era Jokowi. Mahasiswa dinormalkan kembali supaya tidak turun ke jalan. Kalau mau berdialog dengan Jokowi boleh saja, bisa diundang ke istana, tetapi tidak perlu pakai atribut mahasiswa, cukup pakai batik saja.
Bahasa adalah alat komunikasi. Namun, dalam wilayah politik, bahasa dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukuhkan, menunjukkan, mempertahankan, bahkan memanipulasi demi kepentingan kekuasaan.