Depati Amir, Melawan Penjajahan di Tambang Timah
jpnn.com, JAKARTA - Pejuang dari Provinsi Bangka Belitung, Almarhum Depati Amir akhirnya dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh negara. Ahli warisnya menerima tanda gelar itu dari Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis (8/11). Siapa dia?
Nama tokoh kelahiran Mendara, Pulau Bangka tahun 1805 itu telah digunakan sebagai sebutan untuk bandar udara di Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung sejak 25 Agustus 1999 melalui keputusan Menteri Perhubungan. Bandara itu sendiri merupakan peninggalan Jepang yang dibangun tahun 1942.
Dalam buku "Profil Penerima Gelar Pahlawan Nasional Dalam Rangka Acara Hari Pahlawan Tahun 2018" yang dirangkum Kementerian Sosial RI, pahlawan yang wafat di Kupang, NTT pada 28 September 1869 itu disebut sebagai pemimpin perjuangan melawan penjajahan di Tambang Timah.
Anak dari pasangan Depati Bahrain bin Depati Karim (ayah) dan Dakim (ibu) diasingkan ke Kupang sejak 28 Februari 1851 bersama keluarga dan pengikutnya. Setelah wafat, jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Muslim Batukadera, Kupang.
"Depati Amir melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda sepanjang tahun 1830-1851 (20 tahun lebih)," dilansir dari riwayat perjuangannya di buku tersebut.
Perjuangan Depati Amir melanjutkan perlawanan ayahnya, Depati Bahrain yang berlangsung tahun 1819-1828. Setelah terjadi banyak pencurian di tambang timah, Depati Bahrain dituduh turut atau menyuruh orang membunuh resident Bangka, M.A.P Smissaert.
Perlawanan Depati Bahrain berakhir 1828, dia mendapat tunjangan 600 gulden setahun, dan meninggal pada 1848.
Nah, perlawanan anaknya, Depati Amir secara langsung dimulai oleh sebab dua hal, pertama, menuntut tunjangan untuk ayahnya sebesar 600 gulden setahun tetap dibayarkan oleh pemerintah Hindia-Belanda.