Desa e-Voting
Oleh: Dahlan IskanSoal e-voting, bahkan Suprawoto ingin lebih hemat lagi: serentak tetapi jangan benar-benar serentak. Tiap pekan dilakukan 18 Pilkades. Pakai e-voting. Dalam waktu 2 bulan semua Pilkades selesai.
Dengan "serentak tetapi tidak serentak" seperti itu Pemkab cukup membeli laptop 18 buah. Atau 20. Laptop yang sama bisa dipakai di 18 desa berikutnya. Lalu berikutnya lagi. Hemat sekali.
Depdagri punya prinsip sendiri: yang namanya serentak harus bersamaan. Di hari yang sama. Padahal, ketentuan itu dibuat Depdagri sendiri. Bukan UU. Rupanya memenuhi prosedur lebih penting dari berhemat.
Akhirnya Suprawoto hanya melaksanakan Pilkades e-voting di 18 desa. Yakni satu desa di satu kecamatan. Dipilihlah desa dengan penduduk terbanyak.
Selebihnya, di hari yang serentak, dilakukan Pilkades cara lama: pakai biting (potongan lidi).
Dari pengalaman e-voting di 18 desa itulah Suprawoto tambah pe-de. Terbukti tidak ada sengketa sama sekali. Justru di antara Pilkades cara lama yang timbul masalah.
Pun kecepatannya. Pilkades e-voting ini membuahkan hasil lebih cepat. Begitu jadwal pemungutan suara selesai: petugas mencetak hasil. Klik. Menit itu juga diketahui hasilnya. Kertas hasil print ditempel di lokasi pemungutan suara. Selesai.
Karena aturan harus serentak, Suprawoto kini membeli banyak laptop. Juga printer. Untuk Pilkades e-voting serentak. Sebanyak jumlah desa yang Pilkades. Padahal, kalau arti serentak itu tidak harus satu hari tidak perlu banyak beli laptop.