Desa Paringan di Ponorogo yang Semakin Banyak Dihuni Pengidap Schizophrenia (Gila)
Pak Kades Sering Urunan Bawa Warga yang Kumat ke RSJMinggu, 05 Juni 2011 – 09:29 WIB
Bagaimana bantuan pemerintah" "Hingga kini belum ada. Sempat ada anggota dewan yang berencana mencarikan bantuan kambing bagi keluarga para pengidap, namun sampai sekarang belum terealisasi," kata Sarfin.
Ini cukup ironis. Sebab, keluarga yang memiliki pengidap schizophrenia pasti juga sangat menderita. Ini seperti yang dialami Ranti. Dulu kehidupan perempuan 60 tahun tersebut tergolong mampu. Dia mempunyai tanah yang luas dan kebun. Namun, semuanya berubah ketika anak tunggalnya, Salamah, mengidap schizophrenia sejak 2002. Sembilan tahun merawat Salamah membuat Ranti kini hanya punya rumah yang ditempatinya. Semua kebun dan tanahnya yang luas sudah ludes. Kini dia dan suami mengandalkan perawatan Salamah dari pekerjaan sebagai buruh tani, plus bila ada tetangga yang menaruh iba.
Kisah Salamah juga cukup tragis. Pada Oktober 2010 dia menggorok lehernya sendiri karena mengira bahwa yang diiris adalah daun pisang. Untung, aksinya segera diketahui tetangga. "Saya sampai menangis melihatnya. Dia terlihat lugu dan tak merasa sakit, sementara lehernya sudah mengucurkan darah," kata Lamini, tetangga depan rumah Salamah yang ikut menyelamatkannya saat itu.