Despotisme Baru
Oleh: Dhimam Abror DjuraidDalam sistem ini raja atau ratu menjadi kepala negara, dan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Mekanisme demokrasi trias politika juga diterapkan dengan varian yang berbeda dalam sistem pemerintahan monarki demokratis ini.
Kasus korupsi di negara monarki demokrasi juga masih banyak terjadi. Abuse of power dalam berbagai bentuk yang tersembunyi masih sering terjadi.
Beberapa kasus korupsi di Malaysia melibatkan kepala pemerintahan tertinggi yaitu perdana menteri. Di Thailand Raja Maha Vajiralongkorn--yang mempunyai gaya hidup mewah yang berlebihan--dianggap korup secara moral sehingga mengikis rasa hormat rakyat terhadapnya.
Bagaimana dengan negara despotisme? Inilah yang unik dari pemikiran Montesquieu. Menurutnya negara despotisme bebas dari korupsi karena despotisme itu sendiri adalah sistem yang korup. Karena despotisme adalah sistem korup, maka korupsi dianggap sebagai bagian inheren dari sistem itu.
Pernyataan ini bersifat sarkastis. Dalam negara despotis korupsi menjadi praktik umum yang meluas karena tidak ada sistem kontrol yang efektif dari mekanisme trias politica. Pun pula tidak ada mekanisme kontrol dari publik melalui media yang kredibel dan independen.
Di kalangan aktivis demokrasi Indonesia trias politica despotis dipelesetkan menjadi ‘’execu-thieve, legisla-thieve, judica-thieve’’, karena ketiga-tiganya bersama-sama menjadi maling atau garong kekuasaan yang mengorupsi uang rakyat secara berjemaah.
Dalam sistem negara despotis, korupsi dilakukan secara sistemis dan sistematis melibatkan elite-elite politik tertinggi, yang mendapat restu langsung maupun tidak langsung dari presiden sebagai pemimpin tertinggi negara dan pemerintahan.
Dalam sistem despotis lembaga antikorupsi dibentuk, tetapi hanya menjadi aksesoris supaya terlihat demokratis. Dalam praktiknya, lembaga anti-korupsi itu dilemahkan sehingga menjadi mandul dan tidak berdaya.