Di Antara Tatas, Beje dan Antusiasme Warga, Masih Ada Keraguan
Kamis, 21 Juli 2011 – 23:30 WIB
Sebagian wilayah Tumbang Mangkutub memang merupakan lahan gambut (peatland), yang notabene adalah bagian dari 'kawasan gagal' eks-program raksasa Proyek Lahan Gambut (PLG) pada beberapa dekade yang lalu. Lantaran itu pula, di daerah ini bisa ditemukan sejumlah besar kanal-kanal atau saluran air, yang selain kemudian dijadikan lahan mencari ikan oleh warga, juga sempat lama dijadikan sebagai wahana transportasi logging. Dan di kanal-kanal itulah, KFCP lantas mencoba menginisiasi program pemblokiran saluran yang disebut penabatan, yang konon berpedoman pada model tatas milik warga.
Di salah satu kanal kecil yang dikunjungi rombongan wartawan siang itu, yang disebut baru saja dibuatkan tabat di tiga titik sepanjang alirannya oleh warga di bawah koordinasi KFCP, tampak bendungan kayu (tabat) yang masih fresh dan lumayan kokoh tersebut. Dibuat menggunakan bahan kayu (tanaman) yang bisa terus tumbuh, warga meyakini tabat itu akan berfungsi efektif menahan aliran air, yang pada akhirnya dapat menjaga kelembaban lahan gambut dan mencegahnya dari musibah kebakaran berkepanjangan. Sebagaimana diketahui, gambut dikenal sebagai penahan karbon, yang jika mengalami kebakaran berarti juga melepaskan sejumlah besar karbon ke udara (atmosfer).
Pembuatan tabat atau penabatan bisa disebut sebagai bagian dari wujud kegiatan KFCP di daerah itu. Demikian juga dengan pembibitan pohon, berikut penanaman dan program perawatannya. Kegiatan lain yang juga bisa dicatat adalah Sekolah Lapang (SL) yang berhubungan dengan pengelolaan karet. Namun di luar itu, berikut kegiatan-kegiatan administrasi dan tahapan sosialisasinya, bisa dikatakan tak ada lagi wujud nyata dari program KFCP. Masalahnya, sesuai kesepakatan kerjasama Indonesia-Australia, kurang dari dua tahun lagi (2013) program ini sudah akan memasuki masa deadline. Inilah lantas yang menjadi salah satu poin keraguan akan suksesnya program ini.