Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Di Antara Tatas, Beje dan Antusiasme Warga, Masih Ada Keraguan

Kamis, 21 Juli 2011 – 23:30 WIB
Di Antara Tatas, Beje dan Antusiasme Warga, Masih Ada Keraguan - JPNN.COM
BENDUNG - Warga berdiri di atas tabat (semacam bendungan kecil) yang baru dibangun di salah satu kanal di lahan gambut Dusun Tumbang Mangkutub, Katunjung, Kecamatan Mentangai, Kapuas, Kalteng, Juli 2011. Foto: Arsito/JPNN.
Tatas dan beje pun menjadi bagian dari kunjungan lapangan para wartawan keesokan harinya. Beje, sebentuk kolam yang sengaja digali di lahan gambut, berfungsi sebagai 'perangkap ikan' pada musim hujan (banjir), yang hasilnya --kebanyakan adalah ikan gabus atau haruan serta nila dan papuyu-- biasanya dipanen pada musim kemarau dan menjadi salah satu sumber mata pencaharian warga. Sementara tatas, adalah semacam saluran air di lahan gambut yang sengaja diatur alirannya, baik dengan tujuan menghindari kekeringan sekaligus juga demi mempertahankan ketersediaan ikan.

Sebagian wilayah Tumbang Mangkutub memang merupakan lahan gambut (peatland), yang notabene adalah bagian dari 'kawasan gagal' eks-program raksasa Proyek Lahan Gambut (PLG) pada beberapa dekade yang lalu. Lantaran itu pula, di daerah ini bisa ditemukan sejumlah besar kanal-kanal atau saluran air, yang selain kemudian dijadikan lahan mencari ikan oleh warga, juga sempat lama dijadikan sebagai wahana transportasi logging. Dan di kanal-kanal itulah, KFCP lantas mencoba menginisiasi program pemblokiran saluran yang disebut penabatan, yang konon berpedoman pada model tatas milik warga.

Di salah satu kanal kecil yang dikunjungi rombongan wartawan siang itu, yang disebut baru saja dibuatkan tabat di tiga titik sepanjang alirannya oleh warga di bawah koordinasi KFCP, tampak bendungan kayu (tabat) yang masih fresh dan lumayan kokoh tersebut. Dibuat menggunakan bahan kayu (tanaman) yang bisa terus tumbuh, warga meyakini tabat itu akan berfungsi efektif menahan aliran air, yang pada akhirnya dapat menjaga kelembaban lahan gambut dan mencegahnya dari musibah kebakaran berkepanjangan. Sebagaimana diketahui, gambut dikenal sebagai penahan karbon, yang jika mengalami kebakaran berarti juga melepaskan sejumlah besar karbon ke udara (atmosfer).

Pembuatan tabat atau penabatan bisa disebut sebagai bagian dari wujud kegiatan KFCP di daerah itu. Demikian juga dengan pembibitan pohon, berikut penanaman dan program perawatannya. Kegiatan lain yang juga bisa dicatat adalah Sekolah Lapang (SL) yang berhubungan dengan pengelolaan karet. Namun di luar itu, berikut kegiatan-kegiatan administrasi dan tahapan sosialisasinya, bisa dikatakan tak ada lagi wujud nyata dari program KFCP. Masalahnya, sesuai kesepakatan kerjasama Indonesia-Australia, kurang dari dua tahun lagi (2013) program ini sudah akan memasuki masa deadline. Inilah lantas yang menjadi salah satu poin keraguan akan suksesnya program ini.

Meski tak begitu paham dengan istilah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang bagi banyak 'orang kota' pun masih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close