Di Antara Tatas, Beje dan Antusiasme Warga, Masih Ada Keraguan
Kamis, 21 Juli 2011 – 23:30 WIB
Surianto sendiri pun sempat mengisyaratkan masalah ini (status lahan). Di mana intinya, meski relatif percaya bahwa KFCP cuma melibatkan dusunnya sebagai bagian dari wilayah kelola/kerja program ini, ia tegas-tegas tidak ingin jika kelak lahan milik warga yang sudah diakui secara adat (turun-temurun) harus diganggu, apalagi tak diakui atau diambilalih. "Kalau itu sampai terjadi, kita lihat saja. Kami, warga, akan mempertahankan haknya," ujarnya tegas.
Keraguan serupa juga bisa ditemukan di Desa Petak Puti, sebuah desa yang sudah lebih maju di Kecamatan Timpah yang berlokasi lebih ke hulu lagi di aliran sungai itu (Kapuas). Desa yang oleh KFCP disebut masih dalam tahap sosialisasi untuk programnya ini, melalui mulut sejumlah warga, tampaknya juga masih memendam keraguan dengan program tersebut. "Tahu, tapi belum mengerti juga sebenarnya, programnya seperti apa," ungkap Sadi, salah seorang warga di satu kesempatan.
Bahkan dalam sesi dialog informal dengan rombongan wartawan yang baru datang malam itu pun, beberapa perangkat Desa Petak Puti tak ketinggalan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan mendasarnya. "Yang saya masih belum paham, kalau nanti sudah selesai (programnya), lalu karbonnya dijual ke mana?" tanya salah seorang perangkat desa. "Saya juga ingin tahu, jika nanti lahannya telah berhasil ditanami lewat program KFCP ini, maka kemudian (lahan itu) menjadi milik siapa?" timpal sang Kepala Desa, Yuyo Pidulin.