Di Hadapan Kader ICMI Muda dan Sivitas Universitas Sangga Buana, Bamsoet Ajak Sebarkan Narasi Kebangsaan
jpnn.com, BALI - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan rumusan Pancasila terbentuk dari proses menerima dan menghormati perbedaan pandangan serta dari kebesaran jiwa untuk tidak memaksakan kehendak mayoritas terhadap minoritas. Pancasila merupakan konsensus nasional yang dapat diterima semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat.
“Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan bangsa sekaligus bintang penuntun yang dinamis yang mengarahkan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri bangsa, kepribadian, etika dan moralitas bangsa,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Muda (ICMI Muda) Jawa Barat dan sivitas Universitas Sangga Buana secara virtual dari Bali, Selasa (27/10/20).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, seiring perjalanan sejarah bangsa Indonesia, dari dahulu hingga kini, Pancasila telah mengalami pasang surut dalam pusaran dinamika zaman. Membaca publikasi beberapa hasil survei mengenai persepsi publik terhadap Pancasila, terasa getir dan prihatin. Survei CSIS, misalnya, mencatat ada sekitar 10 persen generasi milenial yang setuju mengganti Pancasila.
Selanjutnya dalam survei yang dilakukan pada akhir Mei 2020 oleh Komunitas Pancasila Muda, dengan responden kaum muda dari 34 provinsi, tercatat hanya 61 persen responden yang merasa yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan dengan kehidupan mereka. Sementara 19,5 persen bersikap netral, dan 19,5 persen lainnya menganggap Pancasila hanya sekedar nama yang tidak dipahami maknanya.
“Sebelumnya, survey LSI Tahun 2018 juga mencatat bahwa dalam kurun waktu 13 tahun, masyarakat yang pro terhadap Pancasila telah mengalami penurunan dari 85,2 persen pada tahun 2005, menjadi 75,3 persen pada tahun 2018,” jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan berbagai hasil survei di atas mengisyaratkan bahwa merawat nilai-nilai kearifan Pancasila adalah kebutuhan yang urgen.
Untuk merawat kearifan Pancasila, tidak cukup dengan sekedar menghafal dan memahami setiap rumusan sila-silanya saja. Pancasila harus diterima dan dihayati, dipraktikan sebagai kebiasaan, bahkan dijadikan sifat yang menetap atau watak setiap manusia Indonesia.
“Hal paling fundamental dalam merawat kearifan Pancasila, sekaligus tantangan terberat bagi upaya penguatan Pancasila sebagai ideologi negara, adalah menghadirkan Pancasila dalam setiap denyut nadi, tarikan nafas, gerak langkah serta perilaku kehidupan masyarakat,” terang Bamsoet.