Di Kepri Rp1 Triliun Pajak Belum Tertagih, yang Menunggak Siap-siap Ditahan
jpnn.com - TANJUNGPINANG - Tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Kepri untuk membayarkan kewajibannya masih sangat rendah. Pasalnya sampai saat ada sebesar Rp 1 triliun pajak yang belum terserap oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jendral Pajak (DJP) Riau-Kepri.
"Hanya 20 persen para wajib pajak yang sadar atas kewajibannya. Khusunya di Kepri ada Rp1 triliun pajak yang belum terserap," ujar Kepala Kanwil DJP Riau-Kepri, Jatnika dalam sosialisasi penagihan pajak dengan cara gijzeling (penyandraan, red) di Restauran Shangrila, Tanjungpinang, Kepri, Rabu (29/4).
Diungkapkannya, target yang diemban Kanwil DJP Riau-Kepri untuk tahun 2014 ini cukup besar. Yakni harus tercapai pada angka Rp25,18 triliun. Dijelaskannya, dari jumlah tersebut 60 persen targetnya untuk Provinsi Riau. Sedangkan 40 persennya untuk Provinsi Kepri. Mengingat misi yang diusung cukup berat, pihaknya tidak akan tinggal diam, dan akan menggunakan sistem penyandraan terhadap penunggak pajak.
"Saat ini, apabila menunggak pajak akan dijemput paksa kerumah, apabila sudah habis batas waktu yang diberikan," tegasnya.
Ditegaskannya, penunggak pajak yang diterapkan sistem penyandraan adalah wajib pajak yang kewajibannya diatas Rp100 juta. Dan sudah dua tahun tidak melakukan pembayaran. Dicontohkannya, saat ini salah satu pengusaha di Kabupaten Bintan telah ditahan, karena melakukan penunggakan pajak sebesar Rp11 miliar.
"Sebelum kami bertindak, kami harapkan para wajib pajak yang belum menyelesaikan tanggungjawabnya, agar dapat segera menyelesaikannya," tegasnya lagi.
Sementara itu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dari Direktorat Jendral Pajak, Edi Slamet Widianto, mengatakan sistem gijzeling sama halnya dengan menggunakan surat paksa. Pasalnya, pajak memiliki peran sentral dan strategis dalam pembangunan negara. Atas dasar tersebutlah untuk meningkatkan pemasukan pajak dilakukan penagihan dengan sistem seperti penyanderaan.
"Tidak benar, kalau Direktur Pajak bertindak semena-mena. Karena semua berdasarkan ketentuan hukum. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya praktek korupsi," ujar Edi.