Di Sekolah, Anak Dicemooh karena Kiblat Salat ke Filipina
Minggu, 13 September 2009 – 09:43 WIB
Laporan Wartawan JPNN KARDONO S. dari Sangihe
Zaman keemasan itu terjadi ketika imam besar "Islam Tua" dipegang Masade, yang juga dikenal sebagai pahlawan lokal terhadap penjajahan Belanda. Penamaan Islam Tua pun terjadi pada masa Masade. Ketika itu, sultan Ternate yang berpaham Sunni tengah meluaskan pengaruhnya. Setiap daerah taklukannya berusaha diislamkan. Namun, begitu memasuki Sangihe, para juru dakwah Ternate kaget. Sebab, ternyata di sana sudah ada Islam terlebih dahulu.
Sempat terjadi ketegangan karena ritual Islam Sangihe dianggap berbeda dengan Islam Ternate. Namun, Masade berhasil membuat perjanjian dengan sultan Ternate. Yakni, para juru dakwah Ternate bebas menjalankan tugasnya. Dan, penganut Islam "asli Sangihe" bebas menjalankan kepercayaannya. Untuk membedakan, Islam asli Sangihe disebut sebagai Islam Tua. Artinya, Islam yang lebih dulu ada di Sangihe. "Jadi, kami tidak mengklaim lebih lama ada daripada agama Islam. Dulu, kami lebih suka menyebut diri sebagai salah satu aliran dalam Islam. Tapi, demi tertib administrasi dengan pemerintah, kami menerima disebut sebagai kepercayaan," jelas Kepala Seksi Kerohanian BKOK Hermanto Muly.
Selain itu, Islam Tua tersebut merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap ekspansi Kerajaan Ternate. Artinya, masyarakat Sangihe lebih suka berdiri sendiri daripada tunduk kepada Kerajaan Islam Ternate. Dengan berani, penduduk Sangihe menyebut keyakinannya sebagai Slang Matatimade (Islam leluhur atau Islam Tua).