Di Sela Sesi kemoterapi, Diam-Diam Garap Proyek Film
Hasil pemeriksaan menunjukkan kadar leukositnya di atas normal. Dokter menyarankan Iqbal melakukan transplantasi sumsum tulang belakang. Namun, dia bisa mendapatkan tindakan tersebut bila sudah mencapai tahap remisi. Dia pun kembali menjalani masa pengobatan di Kuala Lumpur.
Dua bulan di sana, Iqbal merasa jenuh dan ingin kembali ke Indonesia. Dia lalu dirawat di salah satu rumah sakit di Jakarta selama dua bulan. Tak kunjung mendapatkan tahap remisi, Iqbal yang merasa di titik nol memutuskan pergi liburan ke Pulau Dewata. Di Bali selama dua bulan malah membuat Iqbal benar-benar fresh.
"Mungkin karena merasa senang, daya tahan tubuh saya tidak drop," ujar pengagum Sutradara Hanung Bramantyo dan Peter Berg tersebut. Buktinya, bila dalam sebulan Iqbal biasa membutuhkan tiga kali transfusi darah, saat di Bali dia hanya membutuhkan sekali transfusi.
Tapi, Iqbal menyadari bahwa dirinya tidak boleh berlama-lama di situ. Setelah itu dia memutuskan melakukan pengobatan di Surabaya. Apalagi, di Surabaya, Iqbal ditangani dokter yang merupakan orang tua teman akrabnya saat SMP dan SMA, yakni Prof dr Ami Ashariati SpPD-KHOM. Dia merasa menemukan banyak keluarga baru yang memberinya support untuk kembali sembuh. "Lagi pula, saya harus sembuh. Saya termotivasi oleh keluarga, orang-orang yang rela mendonorkan darahnya untuk saya," ujarnya.
Kini, meski kondisi fisiknya masih naik turun, Iqbal tidak ingin hanya berpangku tangan. Bila kondisi fisiknya sedang fit, dia bakal menyempatkan diri untuk membaca novel-novel yang mungkin bisa dijadikan film. Yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan film terbarunya yang berjudul Hati Borneo.
Uniknya, film yang dirancang sebelum dia sakit ini mengisahkan perjuangan seseorang yang menderita suatu penyakit. Sebelum Iqbal melalui semua proses diagnosis dan pengobatan, di ending cerita Iqbal menuliskan bahwa salah satu tokohnya meninggal dunia.
Menurut dia, cerita tersebut sempat dibaca oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Seusai membaca, Dahlan sempat bertanya kepada Iqbal mengenai alasannya membuat salah satu tokoh meninggal dunia. "Langsung saya jawab, bukankan pada akhirnya semua orang akan mati. Dan, Pak Dahlan hanya berkata, alangkah indahnya kalau mereka berdua diberi kesempatan untuk sama-sama hidup," imbuh laki-laki yang saat kuliah pernah menjadi atlet sofbol tersebut.
Iqbal mengaku, setelah melalui proses ini dia baru mengerti maksud Dahlan. Apalagi, dia juga sudah merasakan perjuangan seseorang yang berpenyakit. Jadilah Iqbal mengubah skenario Hati Borneo. Selain itu, proses ini membuat Iqbal menjadi pribadi yang lebih terbuka. Menurut dia, nikmat saat sehat memang sangat terasa ketika sakit. "Kesehatan itu mahal harganya, memang klise. Tapi, inilah kenyataannya," tandasnya. (*/c2/nda)