Di Sini, Bayar Pengamen Bisa dengan Nontunai
Sekilas, ujar dia, tidak ada kesan futuristis di kota paling layak huni (livable city) tahun 2017 itu.
Tak ada layar LCD besar yang terpampang atau wifi gratis untuk warga ataupun turis. Di beberapa sudut, tiang telepon umum pun masih menghiasi trotoar.
"Yang masyarakat tidak tahu, kami memasang sensor di setiap penyeberangan jalan, atap toko, sampai di bawah trotoar," ujarnya saat menjumpai rombongan media dan perwakilan Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia.
Lantas, apa yang dideteksi sensor itu? Banyak. Sensor di trotoar, misalnya. Sensor itu berguna untuk mendeteksi pergerakan para pejalan kaki di Melbourne. Dengan begitu, pemerintah kota bisa memetakan wilayah mana saja yang padat.
Dengan integrasi berbagai sensor, pemerintah kota bisa mengatur lalu lintas. Jika memang lebih banyak pejalan kaki daripada mobil, lampu hijau di penyeberangan bakal diatur untuk menyala lebih lama.
Namun, manfaat pengumpulan berbagai data lewat sensor tidak sekadar pengaturan lalu lintas.
"Data itu tak hanya menguntungkan kami (pemerintah), tetapi juga masyarakat kota," imbuh Forster.
Semisal, ada seseorang yang ingin membangun kafe. Mereka bisa membuka data trotoar Melbourne untuk menentukan lokasi.