Dikasih Libur 10 Hari, Warga Jepang Malah Sewot
Asahi Shimbun sempat mengadakan survei soal libur panjang tahun ini. Pertanyaannya adalah apakah rakyat Jepang senang libur 10 hari. Sebanyak 35 persen responden mengiyakan, sedangkan 45 persen lainnya berkata tidak.
Kenyataannya, budaya workaholic di Jepang sudah mendarah daging. Mereka justru bingung bagaimana beban kerja mereka jika harus meninggalkan kantor selama 10 hari. Beberapa perusahaan kecil pun meminta "pengertian" dari karyawannya untuk tetap bekerja saat libur panjang.
"Perusahaan kecil tentu saja tidak bisa tutup selama 10 hari. Pemerintah harusnya mengerti itu," ujar seorang akuntan perempuan di Kota Sendai kepada Japan Times.
Tentu saja, pekerja-pekerja itu tak mempermasalahkan waktu libur mereka tersita. Yang mereka permasalahkan adalah anak. Mereka takut anak mereka telantar dalam liburan panjang kali ini.
Sehari-hari, orang tua bisa tenang bekerja karena anak berada di sekolah atau pusat penitipan. Namun, selama liburan, semua fasilitas tersebut bakal tutup. Mereka otomatis harus memeras otak untuk meminta bantuan orang lain untuk menjaga anak. "Orang tua pasti pusing karena semua penitipan tutup," ujar salah satu orang tua melalui Twitter.
Memang, tak semua warga melakukan protes. Terbukti, tiket-tiket pesawat sudah habis terjual jauh sebelum tanggal merah ditentukan. Mereka ingin memanfaatkan momen liburan untuk pergi ke luar negeri.
Banyak yang memperkirakan Tokyo dan beberapa kota besar lainnya bakal lengang. Yang tertinggal hanya orang tua yang pusing karena anak mereka merengek tak bisa liburan bersama. (bil/c5/dos)