Diplomasi Rempeyek di Australia
Nino mengaku memelajari berbagai resep masakan Indonesia, baik yang tertulis maupun yang didapat dari sumber lisan, lalu mendiskusikan dengan juru masak kedutaan yang bertugas di Wisma Indonesia.
“Sejak penempatan pertama, kami memang belajar memasak. Orang tidak akan melihat latar belakang saya, apakah saya ini dosen atau psikolog, tetapi mereka menilai apakah saya bisa memasak atau tidak,†ungkapnya.
Setelah memelajari kekhasan resep masakan Indonesia, dia dan juru masak harus menyesuaikan rasa dengan lidah orang asing yang tidak terlalu cocok dengan cita rasa bumbu yang terlalu pekat atau terlalu pedas.
 “Bagaimana supaya mereka terarik pada soto dari Indonesia, kita coba memperkenalkan rempah-rempah yang ada di dalamnya tetapi bukan dengan cara membuat mereka jera apakah rasanya terlalu kuat, atau terlalu pedas, asam dan asin, tetapi ada yang sedikit dikurangi disesuaikan dengan selera internasional, tetapi tetap berbeda dengan makanan-makanan yang didapat dari negara tetangga kita,†tuturnya.
Begitu pula ketika menyajikan sate. Sembari memperkenalkan berbagai macam sate dari daerah di Nusantara, Nino dan juru masak harus memutar otak agar tamunya paham sate dari Indonesia berbeda dengan sate yang juga disajikan oleh perwakilan negara lain.
Edukasi semacam ini diperlukan agar para tamunya tidak hanya makan, tetapi mengenal sisi lain dari makanan Indonesia.
Makanan hadir sebagai bagian budaya masyarakat Indonesia yang unik dari setiap daerah, mulai dari bagaimana bumbu atau rempah membuat Portugis dan Belanda tertarik datang ke Nusantara pada masa lampau hingga bagaimana gerabah dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
“Makanan bukan hanya sekadar makanan tetapi mencerminkan budaya dari suatu bangsa. Saya juga selalu mengajak ibu-ibu Indonesia di sini, jangan malu menjadi bangsa Indonesia karena kita dibekali begitu banyak latar belakang budaya yang bisa digali dan kita bisa tunjukkan,†tuturnya.