Ditambang Setiap Hari, Pantai Sudah Rata dengan Permukiman Warga
jpnn.com - Masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menanggapi fenomena gelombang tinggi di laut selatan TTS pada Jumat 28 April itu beragam. Seperti apa tanggapan dan solusi yang diwacanakan?
YOPI TAPENU, SoE
HARUS diakui bahwa batu warna di Kolbano dilirik investor karena dapat dikreasikan menjadi berbagai bentuk souvenir atau penambah nilai seni sebuah bangunan. Dan sejauh ini, proses mendapatkan batu itu masih melalui penambangan secara tradisional.
Batu itu dikumpulkan oleh penambang lalu dipilah sesuai ukuran, bentuk dan warna. Itulah aktivitas rutin penambang tradisional di wilayah Kolbano. Mereka sudah puluhan tahun menekuni pekerjaan ini.
Beberapa tahun belakangan kondisi pantai di Desa Spaha, Kecamatan Kolbano berubah bentuk. Sebelumnya kondisi daratan lebih tinggi, namun belakangan ini menjadi pantai yang datar dengan permukiman warga. Hal itu ditengarai akibat penambangan batu warna yang dilakukan bertahun-tahun belakangan tanpa memikirkan dampak ke depan.
"Sekarang pantai sudah rata dengan permukiman. Itu karena batu ditambang setiap hari," ujar Sekretaris Desa Spaha, Yupiter Sabuna ketika berbincang dengan koran ini beberapa saat setelah kejadian air laut pasang, Jumat (28/4).
Sesungguhnya Pemerintah Daerah (Pemda) TTS sudah melarang warga di sekitar pantai untuk menambang batu di sepanjang pantai Kolbano. Karena sejak tahun 2015 para penambang bukan hanya mengumpulkan batu warna yang dimuntahkan ombak, melainkan masyarakat penambang menggali pantai sehingga terdapat lubang-lubang menganga di tepi pantai. Konon, batu yang tersembunyi di dalam pasir itu lebih bernilai ekonomis.
Namun, larangan pemerintah itu tak diindahkan. Hal itu karena terkait dengan mata pencaharian warga setempat. Menurut beberapa penambang, penghasilan dari mereka dari bertani atau melaut tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka.