Dituding Rizal Ramli, Ini Penjelasan PLN
jpnn.com - SURABAYA – Pihak PLN membantah tudingan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli bahwa perusahaan plat merah itu melakukan praktik mafia dalam distribusi jaringan listrik ke rumah tangga.
Menurut Supervisor Humas PT PLN Distribusi Jatim Pinto Raharjo, PLN tidak melakukan skema mafia apa pun atau tidak mengambil untung yang besar dari harga listrik prabayar yang dijual. ”Kami tidak menentukan harga sembarangan karena semua ada perhitungannya,” ungkapnya di kantor PLN Jatim kemarin (16/9).
Memang, dalam setiap pembelian tarif listrik ada pemotongan biaya. Namun, pemotongan itu tidak masuk ke kantong PLN. Bentuknya, antara lain, administrasi bank, meterai, PPN, dan pajak penerangan jalan yang berbeda di masing-masing kota. ”Namun, biaya meterai hanya dikenakan apabila transaksi lebih dari nominal Rp 250 ribu,” katanya.
Juga dengan PPN yang cuma dikenakan pada tarif R3 atau daya di atas 6.600 VA. ”Transaksi Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta kena bea meterai Rp 3.000. Kalau di atas Rp 1 juta bea meterai Rp 6.000,” tutur Pinto.
Setelah dipotong, daya yang didapat masyarakat pun berbeda. Itu, kata Pinto, terjadi karena harga jual listrik kepada pelanggan berbeda. ”Ada pelanggan rumah tangga yang pakai listrik subsidi dan nonsubsidi,” urainya.
Pinto menjelaskan, pelanggan 1.300 VA yang membeli token listrik seharga Rp 100 ribu bakal mendapatkan daya listrik 97,39 per kWh. Beda halnya dengan pelanggan listrik berdaya 900 kWh. Mereka tentu akan mendapat daya yang lebih besar. Yaitu, 150,60 kWh.
”Pelanggan 900 dan 450 VA pasti lebih murah karena disubsidi. Jadi, selisih harga jual listriknya juga beda,” terangnya.