Divonis Dokter Sisa 3 Bulan, Muhlianoor Sehat Berkat jadi Imam
jpnn.com - JADI seorang imam berarti memikul beban moral. Kendati demikian tak juga membuat Muhlianoor mengeluh. Sudah 22 tahun dia menjadi imam Masjid At-Taqwa.
Aksen khas Banjar melekat erat setiap ia berbicara. Ditunjuk menjadi imam Salat Id di Masjid At-Taqwa tahun ini, bukanlah pekerjaan baru buat Muhlianoor. Amanah itu sudah dijalaninya saban hari di masjid terbesar di Kota Minyak itu.
Kepada Kaltim Post (JPNN Grup), dia bercerita, menjadi seorang imam sudah dilakukannya di Masjid At-Taqwa sejak 1992. Sebelum itu, ia merupakan azan rawatib di tempat ibadah yang sama.
Pria kelahiran Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel ini menuturkan, pada 1992 dirinya belum sepenuhnya menghafal Alquran. Namun, dewan pengurus masjid sudah memberikan kepercayaan. Tak kalah kedua tangan bergetar, saat pengalaman pertama menjadi imam.
Meski begitu ia bahagia, beragam suka dan duka telah pula dirasakan selama ini. Setidaknya dapat bermanfaat bagi orang banyak. "Imam tidak hanya menanggung beban moral, tapi juga tanggung jawab kepada jamaah terlebih akhirat," ujarnya.
Ia mengatakan, seorang imam yang baik setidaknya memiliki banyak hafalan, agar tidak monoton, mampu melafalkan ayat Alquran dengan tajwid sempurna dan suara memadai. Sehingga enak didengar.
Tak hanya menjadi imam, pria yang disapa guru oleh orang-orang di sekitarnya ini juga mengajari anak-anak tetangga mengaji. Tak mengharapkan imbalan apapun. Dia juga telah memiliki ribuan anak didik. “Saya juga terkadang dipanggil untuk memandikan jenazah. Ya tanpa imbalan," aku dia.
Muhlianoor menyebut, sekalipun tak memiliki pendapatan tetap, ia sudah dua kali naik haji dan dua kali umrah.