Djoko Susilo, Angkatan Intelektual Pertama Jawa Pos
Ternyata, dalam perjalanan, kata Dahlan, sosok Djoko mendua. Ini karena, Djoko saat bekerja di Jawa Pos juga menjadi dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya.
Secara aturan, hal tersebut sejatinya tidak diperbolehkan. “Waktu saya tanya kenapa jadi PNS, ternyata Bung Djoko berkeinginan pergi keluar negeri,” kata Dahlan.
Mendengar hal itu, Dahlan memberi jaminan kepada Djoko bahwa wartawan Jawa Pos juga bisa keluar negeri. Negara pertama yang dikunjungi Djoko saat berstatus wartawan Jawa Pos adalah Libya.
“Waktu itu juga ada agenda bertemu pemimpin tertinggi Libya, Muammar Gaddafi, beliau sangat excited sekali,” ujarnya.
Setelah itu, Djoko memang banyak menghabiskan waktu menjadi kontributor Jawa Pos di Amerika Serikat dan Inggris. Menurut Dahlan keahlian berbahasa Djoko menjadi nilai tambah, mengapa dia ditempatkan di sana.
"Bung Djoko itu hapal sekali jenis-jenis senjata, hapal jenis-jenis kapal perang, hampir semua di bidang itu dia kuasai," kata Dahlan.
Dahlan mengaku tahu jika Djoko selama ini sudah terkena sakit gula darah. Saat bertemu setelah sekian lama, Dahlan mengetahui hal itu setelah melihat fisik dari Djoko. Namun, Dahlan juga kagum dengan sikap Djoko setelah mengetahui sakit yang dideritanya. “Bung Djoko itu luar biasa konsistennya, menjaga diri,” kata Dahlan.
Sementara Pratikno juga memiliki kenangan tersendiri atas sosok almarhum. Dia menyatakan, Djoko adalah seniornya persis satu tingkat saat kuliah di Universitas Gajah Mada. “Mas Djoko waktu pertama masuk, naik ke meja melakukan orasi, sesuatu yang menginspirasi kami,” kata Pratikno.