Dokter Jangan Hanya Menunggu Orang Sakit di Poliklinik
OLEH : TITIK ANDRIYANI, JakartaSenin, 09 November 2009 – 05:10 WIB
Menurut dia, dua akar persoalan tersebut yang membuat bangsa ini terseok-seok. Kedokteran dan kesehatan, lanjutnya, bagai dua sisi mata uang. Kedokteran hanya arti kata sempit, sedangkan kesehatan merujuk pada persoalan yang lebih luas. Moeloek menjelaskan, konotasi kesehatan saat ini seolah-seolah hanya fokus terhadap pelayanan dasar, seperti puskesmas dan rumah sakit. Padahal, katanya, di dalam konsep kesehatan, sejatinya ada problem kesehatan keluarga, air bersih, rumah sehat, lingkungan sehat, gizi, maupun olahraga. "Ada korelasi yang erat antara kesehatan dan individu, keluarga, masyarakat, dan perilaku bangsa," tuturnya.
Dia mengilustrasikan, merokok dinilai amat merugikan bangsa ini. Betapa tidak, separo pendapatan masyarakat kerap dihabiskan untuk mengisap zat adiktif yang beracun tersebut. Dampaknya, kata dia, tak hanya terhadap kesehatan, tapi juga problem sosial. "Bisa mengurangi jatah untuk anak-anaknya, merusak IQ anak, dan ujung-ujungnya terhadap kemiskinan. Jadi, kalau hukum merokok itu makruh, bagi saya itu haram," ujarnya.
Hal itu, kata dia, menjadi tanggung jawab dokter. Menurut dia, seorang dokter sejati adalah mereka yang bisa menjadi agent of change (agen perubahan). "Bukan hanya menunggu orang sakit di poliklinik, tapi bagaimana bisa menyehatkan masyarakat. Kalau hanya menunggu orang sakit, berarti belum menjalankan fungsi dokter," jelasnya.