Dongkrak Value Wisata, Geopark Belitung Diusulkan ke UNESCO
Pria berkacamata itu tak asal bicara. Konsep geopark memang berpotensi menghadirkan pendapatan yang signifikan.
Tengok saja Tiongkok. Dari pendapatan wisata sekitar 6 miliar dollar AS atau Rp 80 triliun, sekitar 62 persen di antaranya atau mencapai Rp 49 miliar, disumbangkan dari pengelolaan 33 kawasan geopark dunia.
Di Indonesia, manfaat ekonomi juga sudah dirasakan kawasan Pegunungan Sewu Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 2011, Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan dari sejumlah destinasi wisata karst di lokasi tersebut baru sekitar Rp 800 juta. Namun, setelah ditetapkan sebagai kawasan geopark global dunia, pendapatan aslinya meningkat menjadi Rp 22,5 miliar.
Angka itu belum termasuk potensi pendatan dari kawasan UNESCO Global Geopark (UGG) Gunung Batur (Bali) serta empat Geopark Nasional (GN) Kaldera Toba (Sumatera Utara), GN Merangin (Jambi), GN Cileteuh (Jawa Barat), dan GN Rinjani (Lombok, NTB), yang baru dinominasikan menjadi kawasan UNESCO Global Geopark (UGG).
Ciletuh Jawa Barat juga tak jauh beda. Dulunya kunjungan wisatawan hanya 200 ribu orang dalam setahun. Sejak ditetapkan menjadi geopark nasional, angka kunjungan wisatawannya melonjak menjadi 1.200 orang setahun.
“Awalnya pemasukan hanya Rp 800 juta sekarang jadi Rp 2,3 miliar. Potensinya sangat besar jadi harus digarap serius," katanya.
Dan kebetulan, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia karena faktor alam (nature) prosentasenya lumayan tinggi. Angkanya menembus 35 persen.
Potensi alam sebesar 35 persen tadi kemudian dikembangkan sebagai wisata bahari (marine tourism), wisata ekologi (ecotourism) 45 persen, dan wisata petualangan (adventure tourism) 20 persen. “Di dalamnya termasuk geopark,” kata Hiram – sapaan akrab Huramsyah.