DPD Minta Pupuk Bersubsidi di Jatim Dikelola dengan Baik
Masalah utama dengan sistem distribusi, jelas Nawardi, adalah tidak berfungsinya mekanisme persaingan pasar yang sehat dan tidak transparannya penunjukan distributor maupun pengecer.
Persoalan pupuk sudah sering dibahas di komite II, terang Nawardi, mengingat negara kita negara agraris yang mayoritas adalah petani miskin, di mana setiap tahun triliunan rupiah diberikan pemerintah dalam bentuk subsidi, namun para petani belum bisa merasakan dengan semestinya.
Di bulan tanam pada akhir tahun ini para petani sangat mengandalkan ketersedian pupuk, oleh karena itu Nawardi berharap Petrokimia bisa sama sama mengawasi distribusinya agar sampai ke para petani.
Sementara itu Direktur keuangan PT Petrokimia, Pardiman menjelaskan tentang peranan Petrokimia. "Tugas dari pemerintah kepada kami adalah memenuhi kebutuhan pupuk di dalam negeri, kami dukung program kedaulatan pangan nasional, hal ini sesuai denganmisi kami untuk mendukung tersedianya pupuk nasional sehingga bisa mewujudkan kedaulatan pangan yang menjadi program dari pemerintah," terangnya.
Pardiman juga menjelaskan soal distribusi pupuk bersubsidi, yang salah satu penyebabnya adalah masih ada pengecer yang menjual pupuk secara eceran sesuai dengan permintaan petani, belum lagi masih ada kios-kios tidak resmi yang mendapatkan pupuk dari petani yang memiliki kelebihan alokasi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK)
"Administrasi pengecer yang belum tertib, masih terdapat petani penggarap/ penyewa yang belum terdaftar dalam RDKK, nah hal ini juga mesti diperbaiki," tegasnya.
Pada pertemuan tersebut hadir pula Anggota komite II DPDRI, Muhammad Saleh, Tellie Gozeli, dan Abdul Aziz Qahhar. Menurut Muhammad Saleh kelangkaan pupuk inilah yang menjadi masalah, sedangkan harga pada situasi tertentu tidaklah dipermasalahkan.
"Dari konstituen kami, itu beberapa menyampaikan soal harga pupuk tidaklah masalah, asalkan ada pupuknya. Bagaimana bisa mereka bertani sementara pupuknya tidak ada," katanya. (adv/jpnn)