DPR dan Pemerintah Dituding Langgar Konstitusi
Senin, 07 September 2009 – 19:40 WIB
Jika menggunakan logika berpikir yang selama ini dianut pemerintah, menurut Dani pula, sangat mudah memahami bahwa yang dimaksud adalah tuntutan untuk melaksanakan agenda-agenda liberalisasi ekonomi, sesuai dengan arahan lembaga-lembaga keuangan internasional pemberi hutang (IMF, World Bank maupun ADB, Red), perjanjian-perjanjian perdagangan bebas dengan WTO, serta perjanjian perdagangan bebas kawasan (Free Trade Agreement). "Dalam hal ini, sektor ketenagalistrikan merupakan salah satu sektor strategis yang masih di bawah kendali negara berdasarkan UU," ungkapnya pula.
Dalam hal ini, Koalisi Masyarakat Sipil meyakini bahwa liberalisasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia berpotensi merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia. "Kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan sistem 'unbundling vertikal' yang tercantum dalam Pasal 10, 11, 12 dan 13 RUUK yang meliputi usaha pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan, merupakan upaya privatisasi pengusahaan tenaga listrik dan telah menjadikan tenaga listrik sebagai komoditas pasar. Berarti pemerintah tidak lagi memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat yang belum mampu menikmati listrik," tegas Dani.
Demikian juga halnya, lanjut Dani, dengan agenda 'unbundling horizontal' yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3), yang diberlakukan dengan pemberian kewenangan pengelolaan kelistrikan kepada pemerintah daerah (Pemda). "Maka dipastikan bahwa Pemda akan mendapatkan kesulitan dalam pengelolaan kelistrikan tersebut. Terkecuali bagi sebagian kecil pemerintah daerah yang mampu," imbuhnya.