DPR dan Pemerintah Masih Memperdebatkan Satu Isu Krusial
jpnn.com, JAKARTA - Pembahasan RUU Terorisme antara Pansus DPR bersama pemerintah masih berdebat mengenai satu isu krusial lagi, yaitu definisi terorisme itu sendiri.
“Tinggal satu isu yang dibahas yaitu tentang definisi terorisme. Tetapi memang tidak mudah mendefinisikan terorisme,” kata Anggota Pansus RUU Terorisme DPR Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Jumat (20/4).
Anggota Komisi III DPR ini menyebutkan aparat penegak hukum menginginkan adanya definisi yang jelas supaya tidak membatasi ruang gerak mereka dalam penegakan hukumnya di kemudian hari.
“Itu yang kemudian menjadi panjang pembahasan itu. Tinggal itu saja. Rapat terakhir belum sepakat bulat, masih ada beberapa opsi," ucap politikus PPP ini.
Menurutnya, di antara opsi itu adalah mengenai frasa yang menyatakan motif terorisme itu karena politik, ideologi, dan tindakan tersebut merupakan ancaman keamanan negara.
Pemerintah, lanjut Arsul, menginginkan tidak perlu ada frasa tersebut. Sementara mayoritas fraksi di pansus memandang frasa itu menjadi pembeda. Misalnya kalau ada orang yang menembaki istana karena marah saja dengan pemerintah, itu tidak bisa dikategorikan terorisme.
Akan tetapi bila tembakannya membuat penjaga di istana terbunuh atau terluka, pelakunya tetap dikenakan pasal 338 atau 340 tentang pembunuhan atau pembunuhan berencana, bukan terorisme karena dia tidak ada urusannya dengan jaringan teroris, bukan motif ideologi atau politik.
“Inilah yang masih menjadi perdebatan. Kami pada umumnya ingin kalau terorisme, walaupun ada istilah lone wolf. Kami ingin lone wolf ini tidak usah dikenakan dengan terorisme, dikenakannya ya dengan pasal lain, dan bukan berarti tidak kena pidana,” jelas Arsul.(fat/jpnn)