DPR Didesak Bentuk Pansus Dugaan Penyalahgunaan Wewenang Bahlil Lahadalia
jpnn.com, JAKARTA - Komisi VII DPR tak kunjung membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencabutan dan pengaktifan kembali izin usaha pertambangan (IUP) serta hak guna usaha (HGU) oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Padahal sebelumnya Komisi VII berjanji akan segera membentuk Pansus untuk membongkar dugaan kasus Bahlil tersebut.
Menurut Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, jika Komisi VII tak merealisasikan wacana pembentukan Pansus tersebut patut dicurigai ada kesepakatan politik di balik diamnya DPR.
"Kalau pansus layu sebelum berkembang artinya itu putusan politik yang berlatar belakang kepentingan tertentu. Bisa saja sudah ada deal-deal yang disepakati," kata Sugeng dihubungi, Rabu (13/3).
Terlebih lagi, lanjut Sugeng, Pansus sarat dengan kepentingan politik, seperti hak angket yang juga dibentuk oleh para anggota dewan.
"Pansus, angket, interpelasi adalah proses politik. Politik sangat dinamis dan selalu sarat kepentingan pembagian kue kekuasaan yang bisa diwujudkan dengan konsesi dan kesepakatan tertentu," ucapnya.
Sugeng mengatakan Komisi VII harus bersikap tegas merespons hal tersebut. Sebab, Bahlil juga diduga meminta fee sebesar Rp25 miliar kepada pengusaha tambang yang ingin mengaktifkan perizinannya.
Menurut dia, dengan adanya pansus diharapkan dapat membongkar kasus tersebut. Sehingga tidak hilang begitu saja tanpa dilakukannya penyelidikan dari DPR.